Pendidikan adalah tema yang selalu menarik untuk dibahas. Seringnya pendidikan dikaitkan dengan kualitas, fasilitas, jumlah guru, dan tingkat kelulusan. Di sisi lain, muncul pendapat bahwa sistem pendidikan seperti A adalah yang terbaik untuk diterapkan di Indonesia, lalu ada lagi yang berpendapat bahwa sistem B adalah yang sesuai untuk Indonesia. Pemerintah juga telah menunjukkan keseriusan dalam menanggapi berbagai kritikan melalui program-program, perbaikan kurikulum, dan alokasi dana pendidikan yang memiliki trend meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari laman resmi sekretariat kabinet, presiden Joko Widodo, pada tahun 2019 alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar Rp 492,555 triliyun pada APBN 2019. Alokasi ini lebih besar dibandingkan tahun 2018 yaitu sebesar Rp 444,131 triliyun. Dana – dana tersebut dialokasikan untuk dana pengembangan pendidikan, dana abadi penelitian, tunjangan guru, dll. Beriringan dengan usaha konkrit untuk memperbaiki pendidikan Indonesia maka sepatutnya mempertanyakan tujuan pendidikan Indonesia. Apakah yang menjadi tujuan pendidikan Indonesia sebenarnya?
Tujuan mulia pendidikan Indonesia tertuang pada UU No. 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, menyatakan “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi juga menyebutkan, bahwa Pendidikan Tinggi bertujuan: (a) Berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa; dan seterusnya. Maka tugas pemerintah adalah mencapai tujuan-tujuan mulia tersebut. Menciptakan insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu tujuan mulia pendidikan. Maka sudah seharusnya pemerintah melaksanakan amanah mendidik insan Indonesia bukan hanya mendapatkan nilai terbaik melalui ujian nasional namun juga pemahaman terhadap ilmu. Lalu apa yang menjadi tujuan pendidikan di dalam Islam?
Point – point yang terangkum pada UU No. 20 tahun 2003 beririsan dengan metode pendidikan anak oleh Imam Al-Ghazali. Metode tersebut terangkum dalam 6 aspek yang dikutip dari buku Catatan Pendidikan karya Muhammad Ardiansyah, yaitu aspek adab, aspek ilmu, aspek kedisiplinan, aspek kesehatan fisik, aspek sosial, dan aspek ibadah.
Tujuan pendidikan menurut Syeikh M. Naquib Al-Attas adalah melahirkan manusia yang baik (good people) bukan warganegara yang baik (a good citizen). Misalnya seorang warganegara yang baik tetap akan melakukan zina, minum alkohol selama itu tidak merugikan oranglain. Namun seorang manusia yang baik (good people) tidak akan melakukan zina karena itu bukanlah perbuatan yang baik. Maka good people sudah pasti good netizen, namun good netizen belum tentu menjadi good people.
Didalam buku Catatan Pendidikan karya Muhammad Ardiansyah, beliau memaparkan beberapa point terkait pendidikan seperti adab dalam mencapai ilmu. Menurut Prof. Naquib al-attas, sebagaimana disebutkan dalam buku Risalah untuk Kaum Muslimin, adab adalah kemauan dan kemampuan seseorang untuk meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai dengan harkat dan martabat yang telah ditentukan Allah. Imam Syafi’i juga sangat menekankan pentingnya adab dalam menuntut ilmu. Adab menjadi syarat wajib yang menentukan keberhasilan seseorang dalam menuntut ilmu. Beberapa adab yang beliau sampaikan melalui syair-syair adalah ikhlas karena Allah, meninggalkan perbuatan dosa, menuntut ilmu sejak dini, mencatat setiap ilmu yang dipelajari, bersikap sabar dibawah bimbingan guru, manajeman waktu yang baik dan bersikap selektif, menikmati ilmu yang dipelajari, bergaul dengan orang berilmu dan orang saleh, mengembara mencari ilmu, menghargai pendapat orang lain, tak pernah puas dengan ilmu yang dimiliki. Hal ini dapat dilihat dari syair-syair beliau.
Pendidikan Islam juga menuntut adanya nilai kemaslahatan yang tercapai, begitu juga dengan pendidikan untuk kaum perempuan. Madrasah pertama untuk setiap insan didalam keluarga adalah perempuan, seorang ibu. Sudah sepantasnya jika ada yang mengatakan perempuan adalah salah satu pilar peradaban. Jika mereka baik maka baiklah sebuah peradaban. Pendidikan untuk perempuan juga perlu diwujudkan dengan kolaborasi antar anggota keluarga. “Tidak ada pemberian orangtua kepada anaknya yang lebih utama dibandingkan pendidikan (adab) yang baik.” (HR. Ahmad).
Tujuan – tujuan yang tertuang pada UU dan apa yang telah disampaikan oleh para ulama Islam memiliki tujuan yang sama. Begitu juga dengan usaha pemerintah dalam menaikkan anggaran pendidikan, sebaiknya beriringan dengan penenaman nilai – nilai mulia yang tertuang di UU. Tujuan terwujudnya manusia yang beriman dan sehat apakah sudah tercapai? apakah sudah masuk dalam ujian nasional SD, SMP, SMA? Ujian nasional sebagai salah satu indikator kelulusan di Indonesia perlu dipertanyakan apakah sudah sesuai dengan tujuan mulia pendidikan Indonesia. Rasanya perlu ada perbaikan kualitas yang seimbang antara nilai agama dan dunia, menambah jam pelajaran agama untuk penanaman aqidah, tauhid, dan syariat di sekolah – sekolah milik pemerintah. Mendorong adanya kurikulum adab dan menumbuhkan semangat menuntut ilmu perlu diwujudkan pada setiap insan Indonesia juga perlu diwujudkan.
Tujuan mulia ini bisa dimulai dari hal kecil, dimulai dari diri sendiri. Terinspirasi dari buku Rihlah karya Muhammad Farras , ada catatan seorang biksu abad ke-12 kurang lebih begini redaksinya, “When I was young man, I wanted to change the world. I found it was difficult to change the world, so I tried to change my nation. When I found I couldn’t change the nation, I began to focus on my town. I couldn’t change the town, and as an older man, I tried to change my family. Now, as an old man, I realize the only thing I can change is myself, and suddenly I realize that if long ago I had changed myself, I could have made an impact on my family. My family and I could have made an impact on our town. Their impact could have changed the nation and I could indeed have change the world.”
Perjalanan mencapai terwujudnya tujuan mulia ini adalah tugas bersama, bergotong royong memperbaiki bangsa melalui pendidikan. Bukankah itu sudah menjadi budaya Indonesia? Ya gotong royong, menyadari tugas besar ini adalah tugas bersama. Sungguh indah jika tujuan mulia pendidikan Indonesia bisa diwujudkan bersama. Wallahu a’alam.
Penulis : Farida Utami Ritonga (PM BAKTI NUSA 9 Bogor)