Oleh :
Reza Fahlevi PM Baktinusa 8 Palembang
Tentang amanah. Yah, sedikit bercerita. Amanah. Buat saya, itu dua kata. Aman, dan ah.
Aman : tentram, tidak terganggu, nyaman. Yang jelas, kata ini mengandung kenyamanan bagi objeknya. Tentunya seseorang yang bersama keamanan akan merasa tenang. Atau, kalaulah kita artikan keamanan itu sebagai petugas keamanan, tentunya seseorang akan merasa was-was.
Sebab itu pertanda malu. Orang yang di giring sama petugas keamanan tentunya hanya dua kemungkinan, 1. Dia sedang mendapat keamanan berlebih, 2. Dia sedang mendapat masalah dan harus berurusan sama yang berwajib.
-ah : ada yang menarik dari variabel tambahan –ah ini. –ah atau yang semaknanya menurut saya, bisa menjadi dua arti. Saat orang sedang merasa lelah, atau ketika sedang mengeluh. Bahkan, bisa juga –ah itu menjadi kata-kata kasar yang tidak boleh kita sebutkan, khususnya untuk orang tua (cek Quran). Bisa mungkin kita maknai, orang yang bersama dengan kata –ah ini adalah beberapa orang, yaitu 1. Orang yang mengeluh, 2. Orang yang lelah, 3. Orang yang durhaka.
Dari situ, saya coba memaknai, dengan amanah manusia bisa mentransformasikan diri menjadi beberapa sifat, mulia, sia-sia, dan hina. Mungkin antum sudah memahami lebih paham dari uraian dua paragraf di atas. Buat saya, dengan amanah seseorang bisa menjadi mulia di mata Allah dan makhluk-makhlukNya. Bersama amanah bisa menjadikan hidupnya sia-sia karena hanya mengejar kehidupan dunia. Bersama amanah manusia bisa pula merubah hidupnya menjadi penuh dosa karena mengejar dunia dengan menghalalkan segala cara. Mengerikan memang, amanah. Tak heran Rasulullah menganjurkan untuk tidak memintanya. Buat saya, itu satu bentuk kecintaan Rasulullah pada ummat Islam. Pastinya beliau mengetahui akibat dari amanah jika pengembannya bukanlah seseorang yang tidak capable di bidang amanah itu sendiri. Subhanallah.
Yang pertama, mereka yang dengan amanah bisa menjadi mulia kehidupannya. Inilah mereka yang mengerti bahwa sesungguhnya amanah itu sungguh mengerikan. Inilah orang yang sangat mengerti bahwa setiap yang ia perbuat selama mengemban amanah akan di pertanyakan di hadapan Allah kelak. Logisnya, inilah mereka yang sesungguhnya enggan mendapat amanah, sebab Rasulullah memang melarang setiap kita untuk meminta amanah.
Kita mesti menyadari, bahwa kemaksiatan akan sangat menentukan keberhasilan amanah yang kita emban. Terlebih itu sebuah amanah dakwah. Teringat ada kisah sekelompok tentara muslim yang selalu kalah perang, padahal Allah berjanji untuk memenangkan orang-orang beriman, dan selidik punya selidik rupanya masih ada satu tentara yang gemar menonton tari perut. Astaghfirullah. Mungkin, jika kita selama ini berada dalam sebuah lembaga kebaikan yang belum berhasil-berhasil dakwahnya, ada masalah seperti yang saya uraikan sebelumnya.
Tentu kedekatan dengan Allah adalah kunci utama untuk menang. Sebab Allah lah pemberi kemenangan. Logisnya, ketika kita ingin menang, maka mendekatlah ke yang memberi kemenangan, dan itulah Allah. Tentunya manusia-manusia yang memahami ini akan menjadi mulia di mata Allah. Ia menjaga kedekatan denganNya, menjaga interaksinya, sehingga hatinya tidak kering, dan ruhiyahnya terus terjaga. Bahkan orang-orang yang menjalankan amanahnya dengan adil, tentu Allah akan sediakan balasan yang besar.
Yang kedua, mereka yang dengan amanah akan menjadi sia-sia hidupnya. Buat saya, inilah orang-orang pragmatis. Mereka yang mengejar amanah hanya untuk popularitas. Mungkin mereka akan profesional, namun ketika tujuan hanyalah popularitas, bukankah Allah akan menilai seseorang dari niatnya? Teringat ketika ada seorang sahabat yang meminta jabatan kepada Rasulullah, lalu Rasulullah hanya menjawab, ‘sesungguhnya dalam hatimu masih tersisa sedikit kejahiliyahan’. Orang yang memahami betapa beratnya amanah, tentu tidak akan pernah mengejar amanah. Ia mengerti konsekuensinya kelak ketika ia hanya mengejar popularitas. Berambisi itu memang baik, namun ketika ambisi mengotori niat suci untuk berjuang, tentunya itu akan berdampak pada amanah yang di kerjakan.
Ketika amanah di kejar hanya hal-hal duniawi saja, tentunya ia tidak akan menjadi amal. Terlebih ketika menjalaninya tidak berjalan bersama keikhlasan. Sekali lagi, bukan kah Allah menilai amal dari niatan? Tidakkah kita merasa sedih, segala pengorbanan kita selama hidup itu menjadi sia-sia karena kita salah niat? Astaghfirullah. Mari menjaga niatan, semoga kelak hati ini tetap tertuju kepada Allah, agar tidak sia-sia segala apa yang telah kita lakukan.
Yang ketiga, mereka yang menjadi hina dengan amanah. Inilah mereka orang-orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan ambisinya. Tidak peduli harus bermaksiat, asalkan kebutuhan perutnya terpenuhi. Tidak peduli harus menghancurkan orang lain, yang penting keinginannya tercapai. Inilah orang yang akan hina di mata Allah, juga di mata manusia. Sebab, ia akan terlihat bangga dengan kemaksiatannya. Ia akan tampak salah, dan sulit untuk membuatnya sadar.
Namun, bagaimana ketika amanah itu kosong dan terancam akan di ambil oleh orang yang zhalim? Antum tentunya lebih paham dari saya . amanah tak perlulah di cari, biarlah ia Allah yang datangkan sendiri. Dan, ketika Allah yang memilihkan kita untuk mengemban amanah, percayalah.. Allah tidak pernah salah memilih..
Ketika ia terasa berat..
Biar Allah yang membantu, dan membuatmu tersenyum..
Innallaha ma ana…