Menjadi para penghafal Al –Quran
Tak semudah membalikkan tangan
Penuh perjuangan, butuh pengorbanan
Ketekunan juga kesabaran
–Nasyid penghafal al quran
Pekan lalu, saya mendengarkan cerita dari teman-teman yang aru pulang pengabdian dari daerah 3T. Di dalam cerita itu mereka menggambarkan pengalaman luar biasa yang mereka dapatkan bersama anak-anak kecil di desa tempat mereka mengabdi. Saat itu memori saya langsung memutar sebuah kejadian yang sangat membekas dalam hati ketika saya melakukan pengabdian masyarakat di salah satu desa kecil sekitar satu tengah tahun yang lalu.
Di hari Ahad, setelah sholat subuh. Saya mendengar lantunan nasyid penghafal al quran dari peserta didikan subuh TPA Nurul Iman, Masjid Asasi Nagari Nagari Andaleh, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Saat itu, suara para peserta terdengar biasa saja, irama nasyid pun terkadang sumbang dan tidak teratur, tetapi ada sesuatu yang berbeda dari sana membuat hati setiap orang yang mendengarkannya luluh. Hal spesial yang menjadikan air mata mengalir tanpa terasa. Kejadian tersebut membuka mata saya sebagai mahasiswa dan menciptakan rasa ingin tahu lebih dalam mengenai anak-anak Nagari Andaleh.
Hari – hari selanjutnya saya fokuskan pada interaksi dengan anak – anak. Saya bersama beberapa orang teman, menambah frekuensi kegiatan untuk dapat mendekatkan diri dengan anak – anak Nagari Andaleh. Kegiatan rutin yang hampir setiap hari kami lakukan bersama anak – anak Nagari Andaleh diantaranya mengajar TPA, PBB, matematika dan ilmu pengetahuan dasar, hingga permainan tradisional dan kegiatan keagamaan lainnya. Dalam setiap kegiatan bukan hanya anak – anak yang belajar dari para pengajar namun juga sebaliknya. Setiap hari ada saja yang dapat saya ambil dari mereka yaitu berupa pelajaran yang mengingatkan saya akan arti kehidupan yang sebenarnya.
Mengajar di TPA membuat saya cemburu akan semangat menghafal al – quran yang dimiliki oleh para siswa. Mengajar PBB mengingatkan saya akan pentingnya kekompakan dalam sebuah tim, bagaimana beramal jama’i. Mengajar metematika dan ilmu pengetahuan dasar menjadi pukulan bagi kami bahwa kuliah bukan hanya sebatas perjuangan meraih nilai A. Permainan tradisional menyadarkan bahwa kemajuan teknologi adalah hal yang seharusnya bermanfaat, bukan malah menghilangkan segala bentuk kreatifitas. Kegiatan keagamaan memotivasi untuk lebih mendekatkan diri pada Allah Yang Maha Esa.
Setiap kegiatan selalu diiringi dengan senyum dan tawa dari wajah kecil anak – anak Nagari Andaleh. Tawa tulus yang benar – benar menggambarkan isi hati mereka. Tidak ada secuilpun kecemasan ataupun kegundahan yang terselip disana. Hal tersebut bukan karena mereka masih belia. Bukan pula karena mungkin masalah yang mereka hadapi hanya seputaran sulitnya PR matematika. Anak – anak Nagari Andaleh juga memiliki masalah yang terlihat terlalu besar untuk dipikul oleh pundak kecil mereka. Sebagian dari mereka memiliki latar belakang ekonomi yang lemah, keterbatasan dalam kemampuan jasmani, tidak lagi memiliki orang tua yang lengkap dan masih banyak permasalahan lainnya.
Ada satu hal spesial yang membuat ekspresi bahagia terus terpancar dari wajah anak – anak Nagari Andaleh. Hal spesial tersebut adalah keikhlasan. Keikhlasan yang dibingkai dengan rasa syukur dan penerimaan terhadap segala sesuatu yang terjadi dalam hidup dan kehidupan. Keikhlasan yang diisi dengan keimanan pada Sang Pencipta. Rasa percaya bahwa Allah tidak akan membebani seorang hamba diluar kemampuannya. Rasa yakin bahwa bersama setiap kesulitan pasti ada kemudahan.
Keikhlasan yang dimiliki oleh anak – anak Nagari Andaleh adalah sesuatu yang patut menginspirasi dalam berjuang menuju dunia selanjutnya. Keikhlasan sejatinya tidak dapat dijelaskan dengan kata – kata. Bahkan surat Al – Ikhlas sendiri tidak mengandung kata ikhlas di dalamnya. Semoga kita dapat menjadi manusia yang ikhlas dalam menghadapi segala lika-liku kehidupan.
-Mustika Rani, founder @dapurkepribadian