Taman Aksara: Program Peningkatan Literasi Anak Melalui Konsep Read-Aloud

Beradu dengan teknologi dan segala kecanggihannya, teman duduk bagi anak kian bergeser. Dari yang awalnya buku dan berbagai permainan tradisional, menjadi sebuah layar yang hanya menyuguhkan komunikasi satu arah. Benar memang, memberikan gawai pada anak yang sedang rewel ataupun tantrum adalah hal yang efektif untuk membuatnya tenang. Namun efektifnya hanya sementara. Kelak ketika masa depan datang, berbagai kompleksitas masalah akan muncul karena suatu hal yang kita anggap efektif tadi, salah satunya ialah kejenuhan belajar. 

Buku yang semakin asing dimata seorang anak akan membuatnya kesulitan melawan rasa jenuh belajar. Buku yang dimaksud bukanlah buku-buku ilmiah untuk anak, tapi buku cerita bergambar. Buku yang mungkin kita anggap sepele, nyatanya bisa memberikan dampak yang besar bagi seorang manusia. Lantas bagaimana cara kerja buku cerita anak bisa memiliki hubungan khusus dengan rasa anti-jenuh belajar? Jawabannya adalah soal rasa dan pengalaman pertama. 

Dengan mengenalkan tulisan atau huruf pertama kali melalui buku cerita, anak akan memiliki pengalaman membaca yang menyenangkan. Pengenalan anak terhadap huruf dan proses membaca, tidak berlangsung lewat ejaan ‘ini budi’, tapi lewat gambar dan ilustrasi yang menyenangkan bagi mereka. Cerita-cerita singkat yang kita bacakan dengan se-abrek ilustrasi menggemaskan itu akan menarik anak memahami bahwa membaca bukanlah suatu hal yang monoton dan membosankan. Pondasi ini teramat penting untuk dilewatkan begitu saja dan dikalahkan oleh sebuah gawai. Disinilah peran taman aksara bermain. Taman aksara sendiri merupakan program laprak buku anak yang menerapkan konsep read-aloud dalam pelaksanaannya. Mungkin konsep ini masih terdengar asing, tapi read-aloud sendiri secara sederhana dapat di definisikan sebagai kegiatan membacakan buku, khususnya pada anak-anak.

Tidak perlu hitungan jam. Hanya butuh rutinitas yang singkat saja untuk menghidupkan konsep ini. 10-15 menit sehari sebenarnya dapat dikatakan waktu yang ideal untuk membacakan buku pada anak. Siapapun kita, walaupun kita belum menyandang gelar dan status ‘orang tua’, bukan berarti kita lepas tangan dengan anak-anak di sekitar kita. Ambil peran semampu kita untuk membuat konsep ini menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Salam Literasi!