Oleh : Novia Handayani (PM BA 9 Palembang)
Aktivis adalah sebuah predikat yang disematkan pada seseorang dikarenakan keaktifannya dalam sebuah organisasi, komunitas ataupun sebuah gerakan sosial. Dewasa ini, telah banyak bermunculan aktivis sosial, aktivis lingkungan, aktivis kampus dan lain-lain yang disesuaikan dengan ranah pergerakannya. Berbicara tentang aktivis kampus, tentu erat kaitannya dengan mahasiswa yang aktif mengurusi kegiatan kemahasiswaan di kampus. Meskipun aktif dalam berbagai kegiatan kampus, tugas utama seorang aktivis adalah belajar dan menuntaskan perkuliahannya dengan baik. Hal ini mengacu pada aturan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, yaitu pada Pasal 16 ayat (1) butir d :
“paling lama 7 (tujuh) tahun akademik untuk program sarjana, program diploma empat/sarjana terapan dengan beban belajar mahasiswa paling sedikit 144 (seratus empat puluh empat) sks”.
Aturan ini menjadi pedoman bagi aktivis untuk bisa mengatur perannya sebagai mahasiswa yang berkarya di ruang kelas dan ruang aksi. Sebagai seorang aktivis, sudah seharusnya memiliki rincian secara matang terkait rencana hidupnya, mulai dari mengatur jadwal kuliah dan organisasi, mengatur waktu belajar agama dan bahasa, memiliki skala prioritas yang jelas dan tentunya memiliki tabungan jangka menengah. Hal tersebut harus dipikirkan sebagai salah satu strategi aktivis dalam menghadapi kehidupan pasca-kampus.
Sebelum resmi menyandang gelar sarjana, Lazimnya, seorang aktivis memiliki banyak relasi dan jaringan, memiliki pengalaman dan juga kemampuan dalam managemen kegiatan. Oleh karena itu, penting bagi seorang aktivis untuk pandai dalam membaca peluang dari setiap situasi yang ada.
Strategi yang paling memungkinkan dilakukan seorang aktivis ada 3, yaitu:
- Membuat bisnis start-up
Selain mengasah kemampuan entrepreneurship, bisnis atau berniaga sangat dianjurkan dalam kehidupan sebagaimana dalam Al-Mughni’an Hamlil Asfar, Al-Hafidz Al-‘Iraqi pada hadist 1576 : “Hendaklah kalian berdagang, karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rezeki” yang artinya aktivis bisa mencoba membuat bisnis start-up seperti kedai, angkringan, jasa, tempat bimbel dan lain-lain. Hal yang menguntungkan bagi aktivis adalah relasi dan jaringan yang dapat dijadikan sebagai konsumen dan secara tidak langsung dapat membantu mensupport aktivitas bisnis yang aktivis lakukan.
- Membuat social project
Rasulullah SAW bersabda : “Sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” – HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadist ini mengajak aktivis untuk bermanfaat bagi manusia lain. Oleh karena itu, penting bagi aktivis untuk menyiapkan wadah untuk berkarya pasca kampus yang sifatnya tidak struktural dan tidak terbatas oleh waktu. Misalnya seperti mendirikan sebuah komunitas, gerakan sosial, event, dan lain-lain.
- Mengikuti Pelatihan pengembangan diri
Dunia pasca kampus adalah dunia profesi yang menuntut para aktivis untuk bisa professional dengan memiliki skills. Untuk mendapatkan skills, para aktivis dapat mengikuti kegiatan pelatihan, kajian islam, dauroh, sekolah pergerakan, sekolah pemikiran, ikut kursus bahasa, seminar nasional, dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan kualitas dan kapisitas para aktivis agar memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan pasca kampus, baik siap melanjutkan pendidikan strata 2 ataupun siap dalam dunia kerja.
Jadi, itulah beberapa strategi yang bisa dilakukan para aktivis sebagai suatu upaya dalam mengantisipasi kemungkinan terburuk dan memastikan kemungkinan terbaik bisa terjadi. Mengutip perkataan Henry Ford :“The whole secret of a successful life is to find out what is one’s destiny to do, and then do it.”