Bulan Mei lalu, aku diberi kesempatan oleh Yang Maha Kuasa untuk menginjakkan kaki di Negeri Sakura. Namun sangat disayangkan ketika sampai di sana Sakura sudah tidak ada. Sakura mekar hanya dalam kurun waktu 2 pekan dalam satu tahun. Tahun ini, di pekan kedua dan ke tiga Bulan April. Aneh bukan? Jepang akrab dipanggil dengan sebutan Negeri Sakura, namun kelopak indah itu hanya mekar 14 hari dalam 365 hari. Waktu yang sangat singkat menurutku.
Ah, sudahlah. Itu bukan teka teki yang wajib untuk dipecahkan. Mari yakin bahwa itu merupakan kehendak Rabb yang mengatur segala sesuatu yang terjadi di langit dan bumi. Yang seharusnya kita fikirkan adalah, apa pelajaran yang dapat kita ambil dari Sakura yang terkesan hanya mampir sekejap di muka bumi ini. Seperti kata Ahmad Rifa’i Rif’an,
“Bukankah kezaliman yang tak terkira jika kita menjadikan mahakarya yang istimewa ini hanya numpang lewat dalam sejarah. Lahir, hidup, mati, tanpa meninggalkan warisan berharga bagi generasi selanjutnya”
Pesan penting tentang Sakura yang kudapatkan dari kutipan itu adalah, bahwa ia datang untuk memberi arti. Terbukti dengan kedatangannya yang dinanti-nanti lewat festival Hanami. Karena datang dalam waktu singkat, begitu banyak penduduk dari berbagai belahan bumi berkumpul untuk mendapatkan kesempatan langka ini. Hanya dengan melihatnya atau sekedar duduk di bawah pohonnya, Sakura memberikan kenangan yang tak terlupakan oleh setiap insan. Keindahan, kenangan dan kebahagiaan mereka dapatkan. Sungguh tidak tergantikan.
Melalui Sakura, Sang Pelukis Alam Semesta bertanya pada para hamba-Nya. Apakah manusia, bisa menjadi seperti Sakura? Berarti dan memberi inspirasi. Atau malah hanya hidup sekali lalu mati, seakan ada dan tiada kita, dunia sama saja. Jangan-jangan kita lebih buruk dari itu, datang merusak dan meninggalkan keburukan. Mari bertanya pada diri sendiri. Semoga kita bisa menjadi seperti Sakura. Meskipun ia sudah pergi, namun momen singkat bersamanya, sangat berarti.
Mustika Rani
PM BA 9 Padang