Potensi Anak Muda dan Citayam Fashion Week

Fenomena Citayam Fashion Week

Citayam adalah salah satu kota kecil di pinggiran Kota Depok. Akhir-akhir ini anak-anak muda asal Citayam menjadi buah bibir di mana-mana karena berhasil mengekspansi SCBD sehingga muncul fenomena Citayam Fashion Week. 

Citayam Fashion week memiliki banyak serba-serbi.Mari kita jabarkan melalui tabel SWOT di bawah ini.

Strengh
  • Tempat sosialisasi sesama anak muda
  • Banyaknya konsumen UMKM setempat
Weakness
  • Diadakan di tempat umum
  • Anak muda yang berpakaian tidak semestinya
  • Tidak ada pantauan orang tua terhadap anak muda yang masih dibawah umur
Opportunity
  • Membantu pendapatan UMKM setempat
  • Membentuk komunitas anak muda dengan arahan tujuan yang bermanfaat
Treathness
  • Menganggu ketertiban lalu lintas
  • Potensi pergaulan bebas anak muda
  • Potensi penyimpangan seksual

Adanya Citayam fashion Week yang diadakan di pusat Kota Jakarta sepertinya menarik banyak perhatian muda mudi dariberbagai daerah unjuk outfit. Diadakannya ajang tersebut dapat menjadi sebuah tindakan subversif. Subversif di sini ialah inisiatif, kreativitas, dan langkah nyata dari masyarakat yang tidak mendapatkan akses pada kebutuhan. Dapat dilihat bahwa kebanyakan remaja yang nongkrong di SCBD ini termasuk Generazi Z. Ciri khasnya, mereka sangat senang dengan hal-hal yang bersifat modernisasi dan teknologi. Dan hal ini merupakan salah satu cara untuk mengikuti modernisasi.

Usia remaja memang usia dimana kita perlu mengetahui diri kita lebih jauh. Sehingga bisa dibilang wajar jika para remaja banyak mencoba ini-itu. Hal baru yang belum pernah mereka lakukan. Menurut seorang pakar psikologi, pada usia remaja ada beberapa kebutuhan sosial yang harus terpenuhi, yaitu kebutuhan pengakuan sosial (need for afiliation), kebutuhan kasih sayang (belongnesss and love), kebutuhan rasa aman dan perlindungan (safety need), kebutuhan kebebasan (independence), dan kebutuhan harga diri (self esteem). 

Namun, sepertinya ajang citayam fashion week itu tidak sepenuhnya menjadi tempat yang baik bagi remaja atau anak muda untuk bergaul. Hal ini dikarenakan mereka luput dari pengawasan orang tua, terutama anak muda di bawah umur yang seharusnya masih di bangku sekolah. Banyaknya anak muda yang berkumpul dari daerah sekitar membuka peluang terhadap pergaulan bebas. Belum lagi terlihat banyak anak muda lelaki yang menggunakan pakaian tidak semestinya, dan tidak dipungkiri bahwa terdapat bibit dari penyimpangan seksual. Sepertinya, anak muda kita saat ini benar-benar butuh ruang publik. Dampak pandemi selama 2 tahun lebih ini menyebabkan segala potensi dan energi yang dimiliki tidak tersalurkan sehingga harus menemukan jalan keluar. Namun jika salah arah, maka timbul masalah baru yang akan mendegradasi moral.

 Jika usia remaja sangat berhubungan dengan potensi dan energi yang besar, maka berkumpulnya mereka terhadap suatu ketertarikan ini dapat diolah menjadi suatu komunitas yang lebih terarah dan membuahkan manfaat. Entah alasan apa yang mereka bawa dan jadikan, jika sudah menemukan suatu ke ‘klop’an terhadap suatu komunitas dengan kesukaan yang sama, akan lebih baik jika disisipkan program-program yang berdampak. Tidak perlu berat-berat, bisa sesederhana “hari membersihkan sampah bersama Bonge” atau “hari berhenti merokok bersama Jeje”. 

Perkumpulan remaja ini ibarat kayu bakar yang belum diberi api. Masih banyak potensi yang belum tergali, dengan banyak energi yang masih tersimpan. Tinggal bagaimana dan siapa yang akan memberikan api, agar kayu bakar tersebut bisa menyala dan menghangatkan sekitar. Atau bagaimana potensi dan energi yang mereka miliki bisa diarahkan hingga memiliki ‘value’ yang baik.