Sumber: pikiranrakyat.com

Pengkajian Wacana Penundaan Pemilu 2024 Diperlukan Tanpa Mengkhianati Konstitusi

Wacana penundaan pemilu 2024 yang diusulkan oleh beberapa elite partai politik menimbulkan perbicangan sengit diantara berbagai pihak. Pemilu yang seharusnya dilaksanakan setiap 5 tahun sekali menurut UUD NKRI Tahun 1945, menurut wacana akan ditunda dengan beberapa alasan. Menurut Kompas (24/2/2022), stabilitas ekonomi dapat terganggu apabila diadakan pemilu. Agar momentum perbaikan ekonomi dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin dan kesempatan dalam mengganti stagnasi selama dua tahun masa pandemi maka langkah penundaan pemilu dinilai bijak. Seperti diketahui, adanya pandemi Covid-19 dan tingginya beban biaya pemilu menjadi pertimbangan beberapa pihak dalam menunda pemilu 2024.

Kebijakan penundaan pemilu memang sudah dilakukan pada beberapa negara dalam dekade terakhir. Berdasarkan data dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), Selandia Baru, Hong Kong, dan Bolivia adalah contoh negara yang menunda pelaksanaan pemilu di tengah tingginya peningkatan kasus Covid-19 karena dinilai pandemi Covid-19 berdampak terhadap ketahanan kesehatan masyarakat pada masa itu. Oleh karena itu, kebijakan penundaan pemilu diambil sebagai langkah untuk melindungi nyawa manusia, yang merupakan bagian dari perlindungan hak asasi manusia.

Namun tak dipungkiri juga, beberapa negara berhasil menyelenggarakan pemilu di tengah pandemi. Korea Selatan dan Singapura merupakan negara yang melaksanakan pemilu dengan memberlakukan protokol kesehatan secara ketat. Kesusksesan pemilu di Korea Selatan di tengah pandemi rupanya menjadi langkah baik dalam mengatasi krisis di negara ginseng tersebut.

Walaupun demikian, pemilu di Indonesia merupakan agenda kenegaraan yang fundamental. Sepatutnya, wacana penundaan pemilu ditinjau dari perspektif kontitusi. Sehingga dasar keputusan terkait kesepakatan dan penolakan atas wacana ini dijamin dalam pandangan hukum.

Sebenarnya penundaan pemilu bisa saja dilakukan atas dasar legitimasi hukum. Berdasarkan UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 431 dan 432 menyebutkan bahwa dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan, dan dilakukan pemilu lanjutan dan susulan.

Penundaan pemilu yang disampaikan sejumlah partai politik sangat sumir, longgar, dan tak memiliki fondasi argumen yang kuat. Namun jika dilihat kondisinya, Indonesia tidak sedang mengalami kerusuhan, gangguan keamanan, maupun bencana alam sehingga mengharuskan adanya penundaan pemilu. Gangguan yang merujuk karena minimnya anggaran pemilu tidak bisa dibenarkan sebab negara tidak dalam krisis keuangan. Buktinya, keputusan pemindahan ibu kota negara dengan anggaran yang begitu besar bisa ditunaikan oleh para pemangku kebijakan. Sehingga argumen penundaan pemilu dengan alasan sebagai momen peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesempatan perbaikan kinerja, atau anggaran pemilu yang tinggi tidak dinilai secara konstitusional.

Berdasarkan kondisi di atas, wacana penundaan pemilu 2024 dapat dikatakan sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Karena kebijakan tersebut melanggar UUD 1945 Pasal 22E Ayat (1) bahwa pemilu diadakan setiap 5 tahun sekali. Penundaan pemilu tanpa ada tujuan menyelamatkan rakyat, bangsa, dan negara, melainkan terdapat kepentingan elit politik atau sekelompok pihak adalah bentuk pelanggaran konstitusi (constitutional breaches).

Salah satu konsekuensi dari penundaan pemilu yaitu adanya perpanjangan masa jabatan para wakil rakyat di periode saat itu. Jika dasar penundaan pemilu sudah tidak dibenarkan, maka konsekuensi tersebut telah menabrak pasal-pasal tentang masa jabatan dan cara pengisian jabatan yang diatur melalui pemilu.

Pada dasarnya, konstitusi terbuka dengan adanya perubahan dalam menampung konsep hukum yang dicita-citakan secara konstitusional. UUD RI Tahun 1945 Pasal 37 menampung kesempatan konstitusi dalam merumuskan sebuah perubahan dapat dilakukan. Namun perubahan tersebut juga harus tetap menghormati dan mematuhi batasan-batasan yang diatur oleh konstitusi. Perubahan UUD 1945 yang melanggar konstitusi dinilai sebagai tindakan pelecehan konstitusi (contempt of the constitution).

Oleh karena itu, wacana penundaan pemilu 2024 perlu dikaji ulang dengan alasan berlandaskan hukum yang berlaku. Sehingga menghasilkan keputusan bijak yang tidak menguntungkan beberapa pihak saja, namun beralasan demi kepentingan rakyat. Dalam peninjauan wacana tersebut juga wajib mempertimbangkan suatu kebijakan yang mampu melindungi nilai-nilai dan moral UUD 1945 tanpa mengkhianati atau melecehkan konstitusi itu sendiri seperti upaya melakukan tipu muslihat pengakalan konstitusi yang amoral.

 

Referensi:

https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/03/03/menolak-pembatalan-pemilu-2024

https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/03/09/inkonstitusionalitas-penundaan-pemilu?

https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/02/28/hukum-penundaan-pemilu