Tidak bisa dipungkiri bahwa semakin berkembang dunia, akan semakin banyak pula strategi baru pada setiap lini kehidupan anak manusia. Termasuk di dalamnya adalah politik yang seringkali mendapat stigma buruk. Tapi sayangnya, tidak akan ada kepemimpinan jika tidak ada politik. Terlebih pada kondisi kita saat ini. Bagaimana bisa?
Kita tidak membahas politik dalam kacamata elektoral seperti yang sering diperbincangan orang. Saat ini, marilah kita memaknai politik sebagai sebuah ilmu yang beretika. Dimana dalam Islam sendiri, politik yang biasa disebut sebagai Siyasah memiliki etika yakni menjunjung tinggi nilai keadilan dan menegakkan hak-hak asasi manusia sehingga tercipta kehidupan berkelanjutan yang damai.
Sebagai sebuah negara demokrasi, darimana lagi seseorang bisa menjunjung tinggi niai keadlilan, menegakkan hak asasi manusia, dan menciptakan kehidupan yang damai apabila bukan dengan kontestasi yang menjadikannya memiliki posisi yang terlegitimasi?
Yap, dalam sederhananya, untuk bisa menjadi pemimpin, politik adalah alat yang dapat digunakan oleh siapapun. Baik secara struktural dan kultural. alat ini haruslah dapat dimaksimalkan untuk menempati post-post strategis demi mencapai tujuan yang sesuai dengan value kebermanfaatan.
Jadi, kira-kira sejauh mana kita sudah menyiapkan diri menjadi pemimpin yang memiliki strategi?