Apa film kesukaanmu saat kecil dulu?. Wuaahh pasti rame nih. Ada yang suka barbie, tom and jerry, micky mouse, dan banyak lagi yaa. Kalau aku salah satu favoritnya dulu nonton power rangers. Masih ingatkan yaa mereka akan segerah berubah manakalah ada bahaya mengancam penduduk bumi.
Hari ini dunia nyata kita ternyata tidak lagi sesederhana power rangers menyelesaikan masalahnya. Dengan satu teriakan “berubah” ia bisa menumpas musuh. Tapi baiklah, coba kita ambil pelajaran dari film anak-anak itu, apa?. Apa yang kamu pelajari dari film tersebut?. Iyaa. Mereka bergerak tidak sendiri. Mereka bergerak bersama-sama. Dalam islam kita menyebutnya “amal jama’i”.
Ok. Sekarang kita tinggalkan segenak film power rangers. Mari kita lihat dunia nyata kita dengan masalah dan ancaman yang sangat kompleks. Mulai dari kehidupan sosial yang mengalami anomali. Dimana masyarakat mengalami kebingungan siapa yang benar, siapa yang bisa dipercaya, siapa yang bandit, siapa yang baik. Bahkan bersandar kepada hukumpun, hukum menjadi rapuh manakalah penegak hukum sendiri bias pada kekuasaan yang ada. Mirisnya lagi bahkan aparat yang harusnya menjadi tameng atau perisai sebaliknya berbalik arah menjadi musuh bagi rakyat dengan munculnya oknum-oknum penghianat negara.
Belum lagi masalah di sudut lain. Coba lihat kearah kualitas pendidikan di negeri ini. Di usianya yang sudah 74 tahun ternyata kita masih punya banyak bengkalai yang harus dibenahi. Mulai dari fisiknya ada banyak sekolah yang masih kekurangan fasilitas. Jika kita baca tentang kualitas pendidikan Indonesia adalah negara ke 60 dari 62 negara dalam urutan rangking kualitas pendidikan. Jika kita telisik lagi lebih dalam bahkan yang sedang menempuh jenjang perdidikan perguruan tinggi sekalipun, tidak sedikit kita dapati bahwa diantaranya hanya sedang terhegemoni bahwa sekolah adalah untuk memperoleh gelar sebagai prestise, namun luput dari substansinya. Belum lagi sistem pendidikan yang belum konsisten mengawal proses, sehingga tidak sedikit terjadi ketimpangan antara lulusan yang dihasilkan dengan kebutuhan dunia kerja. Sehingga muncul lagi masalah sosial baru, pengangguran.
Jika kita mau sedikit lebih peka, dengan keadaan ibu pertiwi, maka kita akan paham bahwa ibu pertiwi tidak sedang baik-baik saja. Ada banyak bagian tubuhnya yang sakit. Iya Indonesia kita sedang butuh pembenahan diri. Baik sektor ekonominya dengan segenap peluang kemajuan teknologi dan tantangan bonus demografinya, kita benahi lagi pengelolaan agraris dan maritim. Begitu juga dengan keadaan sosial, pendidikan, politik, media, pemerintahan, kesehatan, dan permasalahan lainnya.
.
Berbagai persoalan diatas tentu tidak akan selesai dengan sendirinya tanpa ada usaha. Maka butuh kehadiran orang-orang berjiwa superhero yang mau mengambil alih masalah yang ada menjadi bagian dari tanggungjawabnya. Jika power rangers saja bergerak dengan timnya, maka hal yang sama juga berlaku bagi orang berjiwa hero. Mereka butuh tim untuk berjuang bersama.
.
Jiwa-jiwa hero itu tentu tidak tumbuh begitu saja. Ia butuh dipupuk dan dirawat agar tetap tumbuh. Walau sejatinya fitrah manusia itu adalah melakukan kebaikan. Maka disinilah pentingnya kita berada dalam sistem. Karena menurut Albert Bandura dalam teori sosialnya, lingkungan sosial sedikit banyaknya akan memberikan pengaruh atau dorongan kepada seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Hal inilah yang kita sebut dengan pembelajaran sosial.
Saat ini ada 75 orang aktivis yang bergabung bersama Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA) salah satu program dari dompet duafa. Dari 75 aktivis ini setidaknya masing-masing punya leadership project yaitu projek kepemimpinan atau program sosial dalam mengentaskan problem sosial disekitas mereka. Artinya ada 75 masalah di Indonesia yang mereka coba carikan problem solvernya. Selain itu masing-masing wilayah juga memiliki social project . Hal ini juga berarti ada 75 orang aktivis yang tersebar di 11 wilayah atau kota di Indonesia yang siap mengabdikan diri lewat project sosial mereka bercita-cita menjadikan Indonesia berdaya.
75 aktivis yang masih terhitung sangat belia. Tentu masih butuh banyak pembinaan dan arahan dari mereka para senior yang telah lebih dulu mengecap asam garam. Namun sunnahtullah perjuangan bahwa setiap massa itu ada pemimpinnya. Dan pemimpin yang sukses adalah ketika pemimpin setelahnya jauh lebih baik dari masa kepemimpinannya. Maka konsep the future leader adalah konsep yang butuh untuk kita implementasikan.
Melalui program BAKTINUSA dari Dompet Duafa, 75 Aktivis yang berasal dari 22 perguruan tinggi di Indonesia ini dibina untuk dipersiapkan menjadi the future leaders tersebut. Maka kaidah pertama yang harus dipahami ketika mengazamkan diri menjadi pemimpin adalah “ikhlas”. Karena jalan menjadi pemimpin itu adalah jalan yang menunutut kita harus bisa bergerak karena “cinta” yang mana istilah lainnya adalah ikhlas.
“Sakali aia gadang, sakali tapian baraliah (setiap kali air sungai meluap / besar, setiap itu pula tepian sungai akan bergeser”. Artinya setiap masa tentu akan mengalami perubahan. Dan setiap perubahan juga tidak jarang melahirkan persoalan baru. Namun dibalik semua perubahan dan persoalan itu ada yang masih tetap sama, yaitu air. Air yang mengalir disungai itu unsur yang menyusunnya tidak akan pernah berubah, sekalipun ia telah berubah bentuk menjadi uap, menjadi embun, menjadi es sekalipun unsur molekul yang menyusunnya tetaplah sama H2O.
Begitu pula pemimpin. Walau bagaimanapun zaman berganti dan masalah yang dihadapi berubah, namun prinsip diri seorang pemimpin yang tidak boleh berubah adalah memimpinlah atau bergeraklah dengan ikhlas. Orang yang bekerja dengan hati, tentu hasilnya tidak akan sama dengan orang yang bekerja karena tujuan yang lain.
Menyelesaikan belajar merawat Indonesia dengam memulai langkah kecil menyelesaikan persoalan dilingkungan sekitar kita tentu bukanlah perkara mudah. Ada banyak problem dan tantangan yang harus kita hadapi. Maka kita butuh jurus the power of hati. Mari kita jaga kemurnian niat ikhlah karena Allah. Karena ketika kita bekerja dengan tujuan selain Allah tentulah raga akan cepat lelah. Tentulah hati mudah tersulut amarah dan kecewa. Bahwa begitu rapuh dan berputus asa. Maka saatnya segelap perjuangan ini kita kembalikan pada tempat selayaknya. Yaitu untuk menggapai keridhoan Nya.
Mari kita lihat sejarah, batapa the power of hati telah menjadi jurus untuk menjadi awal bagi hadirnya kebaikan-kebaikan ditengah masyarakat. Mari kita belajar dari the power of hati pahlawan kita Mochammad Hatta, yang mengazamkan diri untuk berjuang sampai Indonesia merdeka, bahkan merelakan menunda kebahagian pribadinya demi bangsa. Bagitulah jiwa pemimpin, ia memiliki hati yang memilih merelakan kebahagiaannya demi membahagiakan orang lain. (Terimspirasi dari kata-kata kak Dewi Nur Aisyah dengan redaksi tentang ibu dalam buku shaliha Mom’s Diary)
Semangat teman-teman aktivis terkhusus pasukan 75 (panggilan saya pribadi pada) BAKTI NUSA angkatan 9 tentu harapannya juga menjadi semangat yang diiringi oleh jurus the power of hati dalam melaksanakan tugasnya, dalam kegiatan-kegiatannya. Begitu juga dengan teman-teman aktivis yang bergerak berdampingan dalam memberikan kontribusi merawat Indonesia, meski wadah bergerak kita berbeda, bidang atau keahlian yang kita punya masing-masing juga berbeda, namun disini kembali kita satukan rasa, bahwa kita bergerak dengan satu tujuan untuk mengabdikan diri, memberikan kontribusi terbaik, dan untuk melayani kebutuhan sesaman insan. Menyadari hakikat diri bahwa kita hamba milik Tuhan.