Hari itu, Palestina telah jatuh. Banyak orang di belahan dunia panik. Kabarnya, Palestina telah jatuh kepada seorang laki-laki yang keras. Laki-laki itu bekas preman pasar di kota. Orang itu juga pernah bercita-cita membunuh Nabi Muhammad dan menghabisi setiap Muslim. Beruntung cita-citanya tak pernah terlaksana.
Hari itu Palestina telah jatuh, kepada laki-laki yang juga menaklukan Kisra, penguasa Persia. Laki-laki itu juga yang berhasil merebut Damaskus dan wilayah Syam lainnya dari Kaisar Romawi. Hari itu, Palestina turut pula jatuh kepadanya.
Dan di tengah kepanikan banyak penduduk dunia, serta larinya para pasukan tentara ke Mesir, pemimpin agama di Palestina akhirnya memutuskan untuk menyerahkan “kunci kota” dengan syarat laki-laki itu sendiri yang datang untuk serah terima.
Laki-laki itu pun datang. Masyarakat kota bersiap menyambut penguasa baru atas mereka, dengan harap-harap cemas tentunya. Dan dari kejauhan, laki-laki itu datang. Dengan beribu-ribu pasukan? Bukan. Dengan manjanik dan meriam yang mengarah ke kota? Juga bukan.
Tampak dari kejauhan hanya dua orang. Satu orang menunggang unta dan yang satu menuntunnya. Ya. Laki-laki yang ditunggu adalah yang menuntun unta. Sedangkan orang yang menunggangi adalah pengawalnya. Mereka bergiliran untuk naik di atas unta.
Dan laki-laki yang sedang dinanti adalah Umar bin Khattab.
Dulu beliau adalah bekas preman pasar dan bercita-cita menghabisi Nabi Muhammad. Sampai beliau memeluk Islam dan menjadi pembelanya yang paling depan. Orang-orang di belahan dunia yang panik adalah penguasa Romawi, karena kejatuhan Palestina adalah memalukan bagi mereka.
Di masa kepemimpinannya lah setiap bayi yang lahir mendapat tunjangan dari negara, bukan menanggung hutang negara. Beliau yang saat menerima harta dari penaklukan Persia langsung menangis, karena takut kemewahan akan melalaikannya dan rakyatnya.
Beliau ini yang begitu tegas. Bahkan pernah menindak keras Gubernur Mesir yang semena-mena menggusur rumah seorang Yahudi untuk dibangun masjid, walau sang Gubenur membeli rumah itu dengan harga berlipat.
Umar yang terkenal kasar, tetapi mengangkat sendiri karung beras untuk diberikan kepada seorang ibu di tepian kota. Dan begitu perhatian kepada bawahannya, hingga menanyakan kepada putrinya, berapa lama seorang istri tahan untuk ditinggal suaminya. Lalu beliau buat aturan penggiliran pasukan, agar tak ada istri prajurit Muslim yang lama terpisahkan dari suami.
Dan hari itu Palestina telah jatuh. Jatuh kepada Umar bin Khattab. Beliau datang dengan pakaian bertambal, ditemani seorang pengawal. Hingga menangis warga kota, bukan karena takut, tapi terharu menyaksikan pemimpin barunya. Setelah sebelumnya mereka dikuasai oleh Romawi yang begitu penuh kemewahan sekaligus ketidakadilan.
Dan seperti kebiasaan pasukan Muslim dalam menaklukan sebuah wilayah, yang pertama kali dilakukan bukanlah memberi hukuman atau menetapkan agama yang harus dianut orang-orang. Tetapi membuat kesepakatan dengan masyarakat tentang hak dan kewajiban kedua belah pihak.
Begitupun Umar, beliau buat kesepakatan yang menyatakan kewajiban baginya untuk melindungi segenap jiwa masyarakat kota, memberikan kebebasan beragama, tidak mengganggu gereja-gereja dan salib-salib. Dan perlingungan bagi hak-hak asasi warga Palestina.
Beliau pula yang enggan melaksanakan sholat di gereja ketika ditawari oleh Uskup Palestina, karena khawatir umat Islam yang tidak tahu, di kemudian hari akan menjadikan gereja itu masjid bersebab beliau pernah sholat disana.
Satu lagi, Umar yang begitu tangguh justru masuk Islam bukan karena kalah berkelahi atau dipecundangi oleh Muslim, tetapi tersentuh karena membaca Al-Qur’an.
Dan hari ini, sekali lagi Palestina telah jatuh. Kita tahu kepada siapa Palestina jatuh. Dan kita pun tahu, bukan kepada orang-orang seperti Umar lah hari ini Palestina jatuh. Info menariknya, Umar telah wafat, dimakamkan di sebelah Nabi Muhammad dan Abu Bakar. Jadi, tidak ada lagi Umar bin Khattab, yang ada cuma kita, yang sedekahnya recehan.
Faith Silmi
Sedekahnya sama kaya bercanda, receh!