Pemuda merupakan aset besar bagi sebuah bangsa. Fakta sejarah sudah banyak membuktikan bahwa pemuda mempunyai peran stategis dalam sebuah pencapaian suatu bangsa. Termasuk dalam mewujudkan suatu kesejahteraan bagi sebuah kelompok masyarakat seperti sebuah desa.Desa Sriwedari merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah. Ada sekitar 1.300 Kepala Keluarga yang tercatat di pemerintah desa. Sebagian besar penduduknya adalah petani. Selain itu, desa yang terletak di wilayah stategis wisata sekitar Candi Borobudhur dan jalan alternatif menuju NYIA (New Yogyakarta International Airport) ini mempunyai banyak potensi baik SDM (Sumber Daya Manusia) maupun SDA (Sumber Daya Alam) yang dapat dikelola untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Ditinjau dari sisi SDA-nya, Desa Sriwedari mempunyai persawahan yang sangat luas dan subur. Hasil utamanya adalah sayuran, padi, palawija, dan tembakau. Di beberapa wilayah terdapat area peternakan ayam, pengolahan hasil tambang (pasir dan batu), dan perikanan. Di sebelah timur desa terdapat Sungai Blongkeng yang mempunyai air jernih dan hutan kecil yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Potensi SDM di Desa Sriwedari sangat besar. Masyarakat yang heterogen baik dari sisi pekerjaan, agama, maupun suku menyebabkan warga di Desa Sriwedari sangat beragam.
Selain petani, profesi lain yang banyak ditekuni oleh warga adalah IRT (Industri Rumah Tangga) di berbagai bidang seperti makanan ringan, kerajinan, furniture, dan makanan tradisional seperti jenang krasikan. Terdapat golongan terpelajar seperti pelajar, mahasiswa, guru, ustadz/ustadzah dan warga yang berprofesi di bidang pemerintahan. Bahkan di desa sriwedari mempunyai beberapa pondok pesantren yang cukup di kenal oleh masyarakat umum seperti PP Nurul Quran asuhan Alm.Kyai Sukari, TPA Al – Hikmah Asuhan Kyai Mustofa Hadi, Panti Asuhan Yatim, dan Pondok Putri. Selain itu desa ini juga mempunyai lembaga pendidikan formal seperti PAUD, TA ABA, TK RA, SD N Sriwedari 1, dan MIM Sriwedari.
Akan tetapi ternyata pemerintah desa masih kualahan dalam mengakomodir potensi-potensi tersebut agar dapat maksimal. Hal ini dibuktikan dengan kesejahteraan masyarakat belum baik. Penulis dan tim sempat melakukan obervasi ke beberapa KK yang masuk ke dalam penerima bantuan sosial. Menurut PP Nomor 63 tahun 2017 tentang “Penyaluran Bantuan Sosial Secara Non Tunai, yang dimaksud bantuan sosial adalah bantuan berupa uang, barang, atau jasa kepada seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. Kategori penerima Penerima Bantuan Sosial adalah seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat miskin, tidak mampu, dan/atau rentan terhadap risiko sosial. Program ini meliputi: Program satu juta rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR), subsidi bunga Kementerian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop) untuk usaha kecil, Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kemensos, jaminan kesehatan dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Berdasarkan hasil obsevasi, PKH (Program Keluarga Harapan) yang diterima oleh keluarga tersebut berlipat-lipat (Anak mendapat KIP, ibu mendapat KIS, ayah mendapat Jaminan Sosial) menyebabkan masyakarat penerima program tersebut masuk ke zona nyaman dan hanya mengandalkan bantuan-bantuan tersebut. Akibatnya warga menjadi kurang semangat untuk bekerja atau kegiatan lain yang produktif. Selain itu, pengelolaan organisasi kepemudaan masih sangat minim. Kegiatan-kegiatan yang seharusnya dikelola oleh pemuda nyatanya tidak bisa berjalan. Hal ini terjadi karena tidak ada tokoh muda yang mau menggerakkan pemuda lainnya. Sehingga pemerintah desa mengalami kesulitan dalam menjalankan pemerintahan. Banyak program pemberdayaan yang dilakukan sebatas formalitas untuk menggugurkan kewajiban. Akibatnya banyak program maupun pendanaan pengembangan SDM yang sia-sia.
Di sisi lain warga belum sadar dengan perannya sebagai anggota masyarakat. Tidak jarang pertikaian antar warga terjadi karena kesalah pahaman seperti kenakalan anak-anak yang direspon berlebihkan oleh orang tua. Selain itu iklim komunikasi dan kerjasama dengan sekolah di desa tersebut juga belum berjalan dengan baik. Dalam perjalanannya seolah-olah sekolah bukan bagian dari desa. Masyarakat masih sangat apatis dengan lingkungan sekitar. Dari sisi pendidikan, banyak masyarakat yang beranggapan bahwa sekolah dan TPA adalah sumber utama ilmu bagi anak. Mereka berpendapat bahwa hanya di sekolah dan TPA lah anak belajar, tidak dengan saat di keluarga. Padahal awal pendidikan yang sebenarnya adalah di keluarga. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terdapat tiga macam pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan non formal adalah lembaga pendidikan yang disediakan bagi warga negara yang tidak sempat mengikuti atau menyelesaikan pendidikan pada jenjang tertentu dalam pendidikan formal, contohnya program kejar paket. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Lembaga pendidikan informal adalah pendidikan yang ruang lingkupnya lebih terarah pada keluarga dan masyarakat. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pertama, sebab bayi atau anak pertama kali mengenali lingkungan dan mendapatkan pembinaan dari sebuah anggota keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak pondasi pengembangan-pengembangan berikutnya.
Potensi SDA yang ada di desa pun belum mampu dioptimalkan oleh masyarakat dan pemerintah desa. Aliran sungai yang jernih belum mampu dimanfaatkan. Bahkan ada area tertentu di pinggi sungai yang digali untuk diambil pasir secar besar-besaran. Akibatnya sawah yang dulu produktif kini hanya tersisa kubangan dan lahan kering yang tandus. Hasil pertanian pun masih sering dimonopoli oleh tengkulak. Pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dilakukan dengan program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat sesungguhnya upaya merubah pola perilaku masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian lewat empat aspek yaitu, perlindungan sosial, peningkatan kapasitas, peningkatan aksesibilitas dan pemanfaatan potensi lokal (malukuprov.go.id). Pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan potensi lokal diarahkan pada tersedianya seperangkat teknologi tepat guna sesuai potensi lokal, penyediaan pasar bagi terciptanya aktifitas ekonomi masyarakat serta fasilitas kelompok pengelola prasarana. Dalam hal ini, tidak dapat dipungkir bahwa pemuda memiliki peranan yang sangat vital dalam transformasi sosial dan perjuangan meraih cita-cita nasional. Ditegaskan dalam undang-undang nomor 40 tahun 2009 tentang kepemudaan, pemerintah meletakkan peran aktif pemuda aktif sebagai kekuatan moral, kontrol sosial, dan agen perubahan dalam segala aspek pembangunan nasional.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperlukan sebuah tindakan solutif yang komperehensif untuk menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi di Desa Sriwedari. Penulis mengangkat sebuah model optimalisasi pemuda dalam rangka mengoptimalkan SDM dan SDA yang ada di desa guna meningkatkan kesejahteraan sebuah desa sehingga mampu menyongsong Indonesia berdaya. Dalam kesempatan ini, judul yang kami bawa adalah “Optimalisasi Peran Pemuda Dalam Kehidupan Bermasyarakat Untuk Indonesia Berdaya”.