Merasa Takut

 

 

Takut merupakan salah satu emosi yang dirasakan dalam diri. Emosi adalah perasaan yang terdiri dari elemen psikologi dan kognitif yang dapat memengaruhi perilaku manusia. Emosi memiliki beberapa fungsi dalam hidup kita, diantaranya mempersiapkan kita untuk suatu tindakan, membentuk perilaku kita di masa mendatang, dan membantu kita berinteraksi secara lebih efektif dengan orang lain.

Semua orang pernah merasakan ketakutan, tentu. Atau bahkan setiap waktu sebetulnya ada ketakutan yang dirasakan, namun barangkali tidak menonjol, atau ditutupi. Toh perasaan memang tidak pernah secara jelas dapat diketahui orang lain, kan..

Alkisah 1400-an tahun yang lalu ketika seorang pemuda berusia 40 tahun didatangi sosok yang menyuruhnya membaca, gemetar tak dapat berkata-katanya merupakan ekspresi rasa takut. Hingga ketika pulang menemui istri terkasih, beliau meminta untuk diselimuti dan ditenangkan.

Di setiap tahapan kehidupanku juga, ada perasaan takut yang dirasakan. Meski mungkin sangat receh.. Saat pertama kali berangkat sekolah dan ditinggal orang tua, dulu aku menangis ketakutan. Saat mendekati masa-masa ujian nasional, ada ketakutan apabila tidak memenuhi kriteria kelulusan minimum. Sempat ada ketakutan apabila tidak diterima di sekolah impian. Bahkan sesederhana mengkhawatirkan tugas sekolah yang belum terselesaikan dan ulangan harian yang besok akan dilaksanakan, rasanya tidak ingin masuk sekolah saja… Takut juga menjelang SBMPTN, muncul pertanyaan “apakah akan diterima di PTN yang diharapkan?”. Ketika mendaftar Pemira untuk pertama kalinya, ada ketakutan menjalani semua proses yang sungguh baru padaku: berbicara di depan publik, tampil berargumen dengan orang lain, dan proses yang dulu terasa sangat berat bagiku.

Awal tahun ini juga cukup menakutkan, aku mendaftar beasiswa yang pernah kudaftarkan diriku padanya, namun tidak diterima. BAKTI NUSA rasanya mimpi yang cukup tinggi bagiku, bagaimana tidak? Nama aktivis menyandang sebagai objek yang mendapatkan beasiswanya. Prosesnya juga panjang, dari seleksi berkas, wawancara, focus group discussion, uji publik, hingga voting. Uji publik adalah waktu yang paling menakutkan bagiku. Ketika bersanding dengan orang-orang hebat lainnya, ketika disaksikan oleh puluhan audiens, dan yang disaksikan bukan hanya wajahnya tapi juga gagasan yang dibawa dan pola pikir orang-orangnya. Parah, aku takut untuk berangkat dengan modal gagasan yang tak seberapa, yang disiapkan dalam waktu singkat…aku harus apa? Pagi terasa saaaangat panjang, “Kapan uji publik ini berakhir? Aku tidak kuat..” gumamku berkali-kali. Dan qadarullah aku termasuk pada penerima manfaat beasiswanya di angkatan ke-9.

Ada pola yang kutemukan dalam setiap tahapan perasaan itu muncul. Rasa takut muncul dan membuat jantung berdebar lebih kencang, membuat ingin mundur dan berhenti. Tapi jika memang ingin mewujudkannya, bagaimanapun kita harus berani. Membiarkan degupan jantung bertempo cepat, sambil terus melakukan sesuatu yang mengarah padanya.

Toh, katanya “berani itu bukan ketika kita tidak merasakan takut. Tapi ketika kita memiliki rasa takut tapi kita tetap bertahan melawannya hingga yang kita impikan terwujud.”

Dan pada akhirnya, ketakutan-ketakutan yang pernah kita rasakan dan perjuangkan…itu berakhir juga bukan?

Jadi kalau kamu merasakan takut, aku ingin katakan “Selamat! Kau tahu hal yang perlu kau perjuangkan”

Do thing that fear you everyday” –Eleanor Roosevelt