Mengajak Diri Menjadi Orang Besar

Perihal sukses, tentu ini adalah hak milik pribadi setiap orang. Tidak ada yang bisa mencegah, menawar atau bahkan menghambatnya kecuali memang kurangnya motivasi dari internal orang tersebut. Mengutip dari kata Robin Sharma, “Sukses adalah milik pembelajar yang tak kenal lelah. Karena ketika kamu tahu lebih banyak, kamu bisa mencapai lebih banyak”.  Seakan magic word  ini yang acap menyadarkan diri kita. Sadar, kita orang biasa dengan keterbatasan yang ada. Untuk menjadi besar kita bisa lebih banyak belajar justru dari lapangan. Bukankah banyak orang-orang besar banyak belajar dari terminal, pasar, jalanan, bahkan warung kopi?. Seperti Imam Syahid Hasan Al-Banna yang memulai sharing kebaikannya di warung-warung kopi. BUKAN di Masjid. Why?. Karena di warung kopilah saat itu banyak orang berkumpul. Sedangkan di Masjid sepi pengunjung. Kreasi dan inovasi pun bermunculan.

Tak terkecuali dalam mengarungi hidup ini. Lingkungan dan alam sekitar adalah media belajar yang tak akan pernah ada habisnya, kecuali kalau kiamat sudah digelar. Aduh, SERAM. Baru tau potensi diri yang begitu luar biasa setelah tulang mulai rapuh, pipi kendor dan gigi sudah banyak yang bocor. Saat ini, lalu mengapa kita tidak belajar menjadi besar?. Seakan layaknya merobohkan tembok besar China, hal itu terasa sangat tidaklah mungkin. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan, direncanakan dan diperjuangkan. Pernahkah kita berpikir besar?. Jika pernah, itulah awal perubahan besar. Kita tak akan menjadi besar bila disibukkan oleh perkara remeh temeh. Berani katakan, HINA bila kita menghamba pada alam fana dan MULIA bila menyandarkan pada pemilik semesta.

Al Mutanabi mengatakan, “Manusia dinilai berdasarkan perbuatan mereka. Kebesaran jiwa mereka yang menentukan karya besar mereka memang besar. Di mata orang-orang kerdil, masalah-masalah sepele menjadi besar. Bagi yang berjiwa besar, masalah masalah besar terlihat kecil.” (Gatra, 4 Maret 1995)

Percayalah, orang-orang besarlah yang mampu melihat setiap kondisi dan waktunya sebagai momentum untuk “mendesain rumahnya” di Syurga. Setiap waktu baginya momentum untuk berprestasi besar. Berkaca pada Abu Bakar, dengan bekal iman yang dimiliki Beliau langsung bergerak untuk berinvestasi. Mayoritas sahabat yang dijamin masuk syurga, masuk Islam lewat “tangan dingin” Abu Bakar. Jadikan momentum untuk terus melejitkan diri!. Sure, tidak ada yang bisa mencegah kita memutuskan menjadi luar biasa.

Ingat dan mawas diri, menjadi besar dan mengukir prestasi itu bukan seperti Roro Jonggrang, yang menuntut agar keinginannya bisa terwujud hanya dalam satu malam. Semua itu, tentu membutuhkan perjuangan yang tidak sebentar, ikhtiar yang tidak ala kadar, serta manajemen diri yang rapi dan terjadwal.  SULIT? Bukankah orang besar lahir dari masa-masa pelik dan sakit. Sudahlah banyak yang jadi bukti dan biarkan pengalaman menceritakan.

Cara terbaik kita bisa memprediksi masa depan adalah dengan menciptakannya. Bermimpilah, tuliskan, ajak diri berikhtiar dan sabar, perbanyak relasi dan lingkungan positif, wujudkan dan tumpahkan semua di setiap doa pengharapan. Akan banyak magic way yang Maha Pencipta hadirkan. Alan Lakein mengatakan, “Success doesn’t just happened. It’s planned for. Failing to plan is plan to fail“.  Jadi masih mau nunggu jadi orang besar sembari duduk manis makan-tidur-netflix-an?.