Bandung – Dikenal sebagai generasi yang haus akan perubahan, milenial dianggap mampu membawa banyak kemajuan dengan ide-ide hebat mereka. Selain itu milenial juga memiliki ragam inovasi dalam membuat solusi melalui langkah-langkah kreatif. Hanya saja, tak banyak yang tahu jika milenial pun butuh pola berpikir yang baik.
Di sesi Lead The Change dalam gelaran Future Leader Challenge (FLC) 2020 via ZOOM bersama Nur Al Faizah, Project Manager The Local Enablers PT Sacita Muda Indonesia Elaborasi dan Irsan Firmansyah, Chief Manager Finance TLE Researcher, cara berpikir enam puluh penerima manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA) dari empat belas kampus terbaik di Indonesia “dirombak” dan dioptimalkan melalui Design Thinking.
“Design thinking ialah sebuah pendekatan inovatif untuk memeecahkan sebuah permasalahan dalam sebuah produk kebijakan baru,” ujar Nur Al Fauzia. Baginya generasi muda zaman ini menawarkan Ide, inovasi, solusi yang mengejutkan. “Rasanya tak heran jika sebuah bangsa menaruh harapan besar pada generasi milenial karena banyaknya hal baru mereka tawarkan, meskipun ada beberapa hal harus terus dikembangkan untuk menyempurnakan semua ide dan inovasi tersebut,” ujarnya.
Nur Al Fauzia dan Irsan Firmansyah menjelaskan jika ide hebat saja belum cukup karena butuh pemanfaatan design thinking yang pas dan sesuai kebutuhan. “Kenapa design thinking menjadi penting?” tanya Irsan. Para peserta yang notabene aktivis berebut menjawab sesekali disertai sahutan pujian dari Irsan. “Design thinking menjadi penting karena bisa menjadi solusi optimal melalui proses kreatif dengan mengelaborasi system thinking di dalamnya yang terdiri dari enam tahapan,” tambahnya.
Pemaksimalan design thinking menjadi tren baru di kalangan milenial sebab disinyalir mampu memberikan fokus pada pengguna dan kebutuhannya. “Sebagai orang yang memiliki kreativitas, kita tak bisa berpaku dengan cara pandang sendiri, kita harus memahami cara pandang pengguna dan kebutuhannya. Bukan itu saja, design thinking akan memaksimalkan logika serta kreativitas dan membuat kegagalan yang kita rasakan menjadi guru paling berharga. Positifnya di sanalah proses learning by doing terjadi,” tegas Firman.
Dihelat pada Minggu (13/09), Lead The Change FLC 2020 dirasa memenuhi kebutuhan para penerima manfaat. Materi pendekatan metode design thinking yang disampaikan mudah diterima para penerima manfaat, sebab terasa dekat dengan keseharian mereka berjibaku dengan orang lain dalam social project di kampusnya masing-masing,
“Jika berkaca pada kebutuhan maka teman-teman harus paham langkah-langkah membentuk design thinking. Seperti observasi, emphatize (mengerti tentang konsumen), define (menentukan kebutuhan dan permasalahan), ideate (mencari ide), prototype (membuat contoh ide), dan test (melakukan uji coba ke konsumen); jika sudah melakukan langkah-langkah di atas jangan takut gagal. Design Thinking mengajarkan kita bahwa tidak apa-apa kalau gagal, namun dari kegagalan tersebut, kita harus bisa mendapatkan pelajaran atau masukan untuk menyempurnakan ide atau produk yang dibutuhkan,” tutup Nur Al Fauzia.
Future Leader Challenge (FLC) adalah perhelatan nasional sebagai sarana pengembangan dan pemaksimalan kapasitas generasi muda untuk menciptakan pemimpi pemantik pembaharuan dan pemegang kunci kemajuan bangsa. (AR)