Korelasi Kekokohan Mental dan Spiritualitas Seorang Muslim

Sejarah islam telah mengajarkan bahwa muslim harus memiliki sifat kekokohan mental dan spiritual. Sifat pertama dibuktikan dengan kisah Muhammad Al Fatih dalam menaklukkan Konstantinopel. Sebelum menikmati kemenangan dengan menaklukkan Hagia Sophia, berkali-kali pasukan Al Fatih menelan kegagalan.

Mungkin hal ini terjadi karena Allah ingin menguatkan mental seorang muslim. Sebenarnya mudah bagi Allah untuk membuat pasukan Al Fatih menang. Namun Allah ingin menanamkan karakter penting dalam diri seorang muslim. Kekalahan berkali-kali mengajarkan muslim untuk membuat pilihan. Pilihan menyerah atau tetap melanjutkan perjuangan dengan menghadapi kesulitan. Seberapa kokoh mental seseorang terefleksikan berdasarkan pilihan tersebut.

Dalam sejarah, Muhammad Al Fatih memilih untuk menghadapi kesulitan dan memperjuangkannya. Ia tak menyerah untuk mencari cara agar bisa menaklukkan Konstantinopel. Tentu karakter mental yang kuat dan kokoh telah ada dalam diri Al Fatih.

Pada kehidupan saat ini, representasi kekokohan mental dapat kita jumpai dalam aktivitas sehari-hari. Misalnya saja dalam hal berbisnis. Hampir seluruh pengusaha sukses pernah menelan kepahitan untuk gagal. Bahkan mungkin berkali-kali gagal dan rugi dalam membangun sebuah bisnis. Karena dalam berbisnis kita harus memiliki mental yang kuat. Seiring terjadinya kegagalan-kegagalan tersebut, mental yang kuat akan terlatih.

Kokoh mental adalah karakter seseorang yang menunjukkan perilaku dan pilihannya dari kondisi yang menekan atau sulit menjadi suatu tempat bertumbuh lebih baik. Peristiwa yang sulit dan berat diubahnya menjadi lahan bertumbuh agar menjadi pribadi yang semakin baik. Konsepnya adalah semakin besar ujian yang diterima, semakin tinggi pula kesempatannya untuk bertumbuh lebih besar. Muslim yang memiliki kekokohan mental akan lebih berani dalam menghadapi berbagai problematika kehidupan dan biasanya jarang dalam kondisi zona nyaman.

Kokohan mental bukanlah suatu karakter atau sifat bawaan sejak lahir. Sikap ini tumbuh seiring muslim mempelajarinya. Agar memiliki mental yang kokoh, mungkin kita bisa melatih diri untuk menantang diri agar keluar dari zona nyaman. Mengambil kesempatan untuk bertumbuh dan saat menemui ujian kita tetap bisa menguasai diri untuk membuat suatu ladang belajar terus bertumbuh. Menghadapi ujian memang tak mudah, tetapi kita harus berkomitmen untuk menghadapi dan menyelesaikannya.

Dalam membangun kekokohan mental, tentu tidak lepas dari kekokohan spiritual. Karena mental yang kuat akan dipengaruhi oleh tempat bergantung dan sandaran yang tepat. Kuat lemahnya seseorang tergantung pada sandarannya karena sandaran yang rapuh tidak akan mampu bertahan dalam menghadapi ujian. Keistimewaan Al-Fatih dan pasukannya yang lain, yang menjadi pondasi dari kualitas diri mereka adalah kekokohan spiritualnya.

Al Fatih dibesarkan dengan lingkaran yang memiliki spiritualitas kuat. Ia dikelilingi dan diajari oleh ulama-ulama terkemuka masa itu. Kondisi demikian sangat berpengaruh pada mentalitas Al Fatih. Sebab Al Fatih telah memahami bahwa sandarannya hanyalah Allah, sehingga apapun hasilnya nanti, ia hanya bisa berusaha. Konsep ini membuat diri seorang muslim menjadi berani karena mereka paham bahwa segala sesuatunya dikembalikan pada Sang Maha Kuasa.

Kekokohan spiritualitas ditunjukkan dengan aqidah yang lurus sebagai pondasi, dilengkapi dengan ibadah yang benar sebagai pengisi jiwa, dikuatkan dengan hawa nafsu yang terjaga, hingga akhirnya tercerminkan melalui akhlak yang kokoh.

 

Referensi:

Nadia, Shofi. (2021). Kokoh Mental dan Spiritual. Depok: Gema Insani

Siauw, F. Y. (2018). Muhammad Al-Fatih 1453. Jakarta Barat: Al-Fatih Press.