Kita Usahakan Salat Itu
“Perumpamaan salat lima waktu itu seperti sebuah sungai yang mengalir deras (melimpah) di dekat pintu rumah salah seorang dari kalian, ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.” (HR. Muslim)
Rukun islam itu ibarat tumpukan batu. Syahadat berada di paling bawah, lalu salat berada di atasnya. Kemudian, diatas salat adalah empat rukun islam lainnya. Jika batu kedua diambil maka runtuh batuan-batuan di atasnya. Begitu pula salat, jika salat tidak dilaksanakan maka tidak sempurna rukun islam lainnya.
Di sela-sela sibuknya hari dan begitu cepatnya waktu berlari, salat harus tetap memegang prioritas nomor satu di samping hectic-nya kehidupan duniawi. Dalam salah satu acara terbesar di kampus, salat masih dijadikan pertimbangan dalam susunan acaranya, alhamdulillah. Diskusi demi diskusi dilakukan oleh beberapa pihak agar tercapainya kesepakatan ini. Beribu mahasiswa muslim, melaksanakan ibadah dalam durasi waktu yang dibatasi. Jika dilakukan sendiri-sendiri tanpa bantuan koordinator dari pihak lain, mungkin susunan acara terpaksa akan diundur satu, dua, atau tiga mata acara.
Dalam kondisi ini, segelintir manusia-manusia yang penuh harap ridha-Nya bersuka rela untuk mengurus alur salat ribuan mahasiswa muslim itu. Lokasi salat yang berbeda dari biasanya memaksa mereka untuk memutar otak dan menemukan solusi dan alur terbaik agar salat dapat dilakukan dengan berjama’ah dan waktu yang efektif. Mereka bisa mengubah lapangan bola itu menjadi barisan yang terlihat sangat syahdu ketika ribuan mahasiswa itu melakukan gerakan yang sama dalam satu waktu.
Tak hanya itu, mereka pun bahkan membantu mahasiswa untuk mendapatkan akses wudhu yang cepat dan nyaman. Galon-galon air minum mereka isi dengan air dan membawanya ke sisi-sisi lapangan, agar para mahasiswa itu tidak perlu jauh-jauh mencari air untuk berwudhu. Setiap tali mereka tarik dari satu ujung ke ujung lainnya sebagai penanda saf salat. Satu baris, dua baris, tiga baris, hingga baris-baris berikutnya.
Mereka tidak dibayar, tapi apa yang mereka lakukan berasal dari panggilan hati. Melayani mahasiswa-mahasiswa muslim itu, membantu mereka untuk tetap dapat mempertahankan tumpukan batu itu.