Ketimpangan Kecerdasan: Antara Si Kaya dan Si Miskin, Anak Desa atau Kota

Ko dia pinter sih? Ko nilai aku jelek ya?

Pernah ga kita merasa udh belajar mati-matian tapi ko ga pinter-pinter juga?

Ternyata 40% faktor penentu (dan masih terus meningkat) kita pintar atau tidak itu adalah hal-hal di luar kendali kita seperti di provinsi mana kita dilahirkan, di desa atau kota, dan yang paling signifikan, seberapa besar pendapatan orang tua kita.

Dalam buku berjudul An Unfair Start : How Unequal Opportunities Affect Indonesia’s Children terbitan World Bank dikatakan bahwa pendidikan terakhir dan pendapatan orang tua kita berdampak signifikan pada skor kognitif kita. Pendapatan yang lebih tinggi memungkinkan orang tua menyediakan sumber daya pendidikan tambahan, seperti les privat atau pelajaran tambahan, yang dapat meningkatkan kemampuan anak-anak mereka. Penelitian ini membuktikan bahwa secara tidak langsung

“semakin kaya orangtua kamu maka semakin cerdas kamu”

Bukan hanya soal si kaya dan si miskin.  Ketimpangan kecerdasan terlihat jelas antara siswa di desa dan kota penelitian mengatakan bahwa

“Siswa kelas 5 di desa memiliki rata-rata kemampuan membacanya sama dengan siswa kelas 3 di kota”

Miris bukan? Kesenjangan pendidikan ini semakin merugikan anak Indonesia yang miskin dan tinggal di pedesaan dalam menuntut ilmu di bangku sekolah, dalam meraih impiannya. 

Pemerintah telah mengimplementasikan kebijakan zonasi untuk meningkatkan keadilan dalam penerimaan sekolah negeri. Meskipun pada dasarnya bertujuan memberikan peluang yang setara bagi pemuda Indonesia, khususnya dari lapisan ekonomi rendah, kebijakan ini belum menyelesaikan tantangan dalam penerimaan perguruan tinggi. Universitas yang dikelola secara independen masih lebih fokus pada prestasi dan tetap mempertahankan sistem penerimaan berbasis kemampuan kognitif siswa. Hal ini menyebabkan kesenjangan yang terus berlanjut, terutama karena siswa di perkotaan cenderung mengikuti Bimbingan Belajar (Bimbel) mahal untuk mempersiapkan ujian masuk perguruan tinggi. Bimbel-bimbel ini kebanyakan terdapat di kota, sulit dijangkau, dan tidak tersedia bagi banyak orang, terutama yang tinggal di daerah pedesaan.

Latar belakang dan fakta tersebutlah yang terus meyakinkan saya bahwa Sakola Kembara adalah bagian dari solusi mengatasi ketimpangan pendidikan yang ada terkhusus dalam hal persiapan menuju perguruan tinggi. 

Sakola Kembara hadir untuk menjembatani ketimpangan yang ada melalui program Bimbingan Belajar yang berkomitmen membantu siswa SMA Sederajat dari kelompok miskin, rentan, dan menuju menengah, terutama yang di Desa agar mendapatkan kesempatan yang lebih adil untuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri

Karena setiap anak Indonesia berhak mendapatkan pendidikan berkualitas. 

Pendidikan untuk Semua!!