Kau Berhak Bersedih, Aktivis

Sebagai seorang mahasiswa, tidak heran bahwa status tersebut merupakan kesempatan besar dalam aktualisasi diri. Ada yang memilih fokus kepada akademik dengan mengikuti ajang-ajang kompetisi, penelitian. Ada yang memilih meningkatkan kemampuan bakatnya melalui unit-unit kegiatan mahasiswa. Ada juga yang memilih melalui jalur organisasi semacam BEM, Senat, Himpunan, dan lain sebagainya. Itu semua adalah aktivis, yang mewakafkan dirinya untuk kepentingan dan kebermanfaatan bagi masyarakat.
Namun, ada kalanya disaat banyaknya apa yang harus dikerjakan baik urusan akademik, organisasi, bahkan urusan-urusan pribadi, seorang aktivis merasa dalam titik terendah dalam menghadapi masalah. Disisi lain, aktivis dituntut untuk selalu semangat, disaat dalam diri juga butuh semangat. Dituntut untuk tersenyum, disaat diri sedang banyak yang dipikirkan. Karena sudah pasti, dialah tumpuan dari banyak titik dalam organisasi. Oleh karena itu, aktivis seolah menjadi manusia super yang selalu kuat.
Ketahuilah.. bahwa aktivis juga manusia. Dia juga punya hati yang kadang patah, punya harapan yang kadang punah, dan punya masalah yang membuat susah. Karena tanggung jawab mereka sudah mewakafkan diri kepada orang lain, maka seringkali dengan terlihat kuatlah cara ia menguatkan diri, dengan terlihat tabahlah cara ia meneguhkan hati, dan dengan melihat orang lain bahagialah cara ia membahagiakan diri.
Tapi..tidak sesederhana itu, kawan. Aktivis juga berhak bersedih, bahkan menangis. Tapi karena mereka punya prinsip, maka tidak membuat mereka berlarut-larut dalam kesedihan. Mereka mempunyai prinsip bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.ada balasan yang mereka percayai akan datang dari arah yang tidak disangka-sangka yang akan datang suatu saat nanti.
Untuk para aktivis, teruslah berjuang. Untuk kebenaran dan kebaikan bersama. Bersedihlah, wajar.. sama-sama manusia. Namun, prinsip jangan sampai lepas. Mari berjuang bersama!