Jalan Keluar Mengatasi Kekeringan di Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi bahwa akan terjadi keterlambatan musim penghujan di sebagian besar jawa di bulan November-Desember 2019. Keterlambatan ini tentu akan berdampak kepada seluruh aspek kehidupan manusia, mulai dari kegiatan konsumsi, kebersihan dan sebagainya. Pengalaman saya, ketika terjadi keterlambatan musim penghujan, maka dia area perumahan terutama yang berada pada dataran rendah dan padat penduduk, akan mengalami kekeringan sumur air tanah, sehingga menyebabkan peralihan penggunaan air sumur menjadi air PAM yang terkadang juga tidak baik kondisinya ketika musim kemarau.

Dampak lain yang juga sangat terasa ketika terjadi kekeringan akan dirasakan oleh para petani, terutama petani yang mengandalkan lahan tadah hujan. Selama perjalanan saya melewati daerah Karanganyar, Klaten, Sragen, Purwodadi dan daerah sekitarnya, maka yang terlihat ialah lahan kering kosong, dengan sisa-sisa bekas tanaman padi yang sudah kering, padahal daerah-daerah ini merupakan daerah penghasil padi besar di Jawa Tengah.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2013 mencatat lahan sawah non irigasi atau sawah tadah hujan di Indonesia sekitar 3,71 juta atau 45.7 % total lahan sawah. Kondisi seperti ini sebenarnya sudah bisa diatasi dengan menanam tanaman kedua atau Palawija yang memang membutuhkan air yang sedikit, namun dalam kondisi cuaca seperti ini, memang akan terjadi peningkatan kerawanan tanaman terhadap hama dan penyakit, hal ini sempat saya rasakan langsung ketika melakukan kegiatan magang di daerah Klaten pada waktu musim kemarau Panjang.

Kondisi kekeringan yang dirasakan oleh petani akan berdampak kepada beberapa hal, yang paling signifikan ialah meningkatkanya biaya dan kerugian akibat panjangnya jalur irigasi yang harus dilalui, atau beberapa daerah petani melakukan pembelian air secara langsung, dan dalam keadaan yang lebih parah lagi akan berdampak pada gagal panen.
Tentu keadaan kekeringan ini akan menambah penderitaan para petani yang selama ini selalu menjadi objek dalam rumitnya permasalah pertanian di Indonesia, sebut saja Impor pangan yang berlebihan, kriminalisasi petani, permainan harga komoditas, konflik agraria, bahkan demi menyokong kedaulatan pangan, Menteri pertanian dalam kegiatan dialog bersama petani di Sumatera Selatan, menyebutkan petani harus bekerja 24 Jam untuk mengejar produksi, hah hal ini tentu tak sesuai dengan perhatian pemerintah terhadap kondisi kesejahteraan petani yang semakin sulit menghadapi segala tantangan di masa ini.

Permasalahan kekeringan merupakan permasalahan yang memiliki dampak terhadap berbagai macam sendi kehidupan, terutama permasalahan pangan. Terlebih Indonesia memiliki peningkatan jumlah penduduk yang tinggi namun tidak diimbangi dengan penguatan ketahanan pangan di Indonesia, sehingga pada tahun 2014, Angka Indeks Ketahanan Pangan Global/Global Food Security Index (GFSI) terjadi penurunan 6 posisi di posisi 72 dari 109 negara.

Maka dari itu, setidaknya diperlukan tiga cara untuk mengatasi untuk mengatasi permasalahan kekeringan di Indonesia:
Pertama ialah penguatan Koordinasi dan Kolaborasi sesama lembaga pemerintahan (Kementerian Pertanian, Kementrian PUPR, BMKG dan lembaga terkait). Penguatan koordinasi dan kolaborasi diharapkan akan terciptanya kondisi yang harmonis antar lembaga pemerintahan untuk mengatasi permasalahan kekeringan di Indonesia.

Kedua ialah melakukan perekaman dan sinkronisasi data terkait pemantauan daerah-daerah di seluruh Indonesia, data tersebut berupa data kebutuhan air, ketersediaan air, pemantauan ketersediaan air tanah, perkiraan resiko kekeringan, informasi perkiraan musim yang cepat dan masif, sehingga ketika data tersebut tersedia dengan baik, maka data tersebut dapat akan menjadi dasar dalam melakukan kebijakan terkait manajemen air di Indonesia.

Ketiga ialah melakukan perencanaan yang matang terkait pembangunan sistem manajemen pengelolaan air terpadu . Pembangunan sistem manajemen ini bukan hanya sekedar pembangunan irigasi, embung atau produk fisik sejenis, namun juga terkait pembangunan sistem lahan pertanian atau bangunan hemat air dan berkelanjutan, sehingga petani, komunitas, organisasi dan seluruh lapisan masyarakat mendapatkan panduan terkait sistem manajemen pengelolaan air terpadu yang baik.