Gangguan Kepribadian Narsistik

Orang dengan gangguan kepribadian Narsistik dengan waham grandiose-nya.

Narsistik merupakan salah satu gangguan kepribadian yang digolongkan dalam klaster B dalam Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorder 5 (DSM-5). Narsistik dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti kepedulian yang berlebihan pada diri sendiri yang ditandai dengan adanya sikap arogan, percaya diri, dan egois(American Psychiatric Association, 2013).

Orang-orang dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki ciri seperti waham kebesaran tentang dirinya sendiri, merasa bahwa diri mereka sangat spesial sehingga sering kali mereka menuntut perlakuan spesial dimanapun mereka berada, dan berujung dengan berambisi untuk mendapatkan ketenaran. Mereka sulit menunjukkan rasa empati, kecuali bertujuan untuk kepentingan mereka sendiri. Selain itu mereka juga biasanya suka untuk memanfaatkan orang lain dan mereka sering tidak suka dengan kesuksesan orang lain. Hal-hal tersebut membuat pasien narsistik sulit untuk membangun hubungan yang kuat dengan orang lain(Pincus and Lukowitsky, 2010)

Pada sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, didapat sebesar 6,2% dari total sampel mengalami gangguan kepribadian narsistik. Gangguan kepribadian narsistik juga diketahui lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding perempuan. Dari 6,2% sampel yang mengalami gangguan kepribadian ini, sebanyak 75% adalah laki-laki. Gangguan kepribadian narsistik pada laki-laki sering di asosiasikan dengan adanya penggunaan alcohol dan merupakan penyerta dari diagnosis antisosial. Sementara perempuan yang mengalami gangguan kepribadian narsistik biasanya juga mengalami gangguan depresi ataupun kecemasan. Laki-laki juga lebih sering di asosiasikan dengan gangguan kepribadiann narsistik dikarenakan lebih besarnya keinginan seorang laki-laki untuk memiliki rasa diakui dibandingkan dengan perempuan(Schulte Holthausen and Habel, 2018).

Gangguan kepribadian narsistik ini pada saat berdiri sendiri dapat mengakibatkan kesulitan untuk bersosialisasi, serta untuk menjalin hubungan. Namun jikalau  menjadi penyerta dari gangguan psikiatri yang lain, gangguan kepribadian narsistik memperbesar kemungkinan terjadinya pemberhentian penggunaan obat sebelum saatnya, dan memperlambat perubahan simtom pada saat pengobatan(Caligor, Levy and Yeomans, no date).