Ketersediaan akan air bersih membawa peranan penting bagi keberlangsungan hidup setiap individu di Dunia ini. Terlebih pada saat ini, Dunia sedang dihadapkan dengan wabah penyakit Covid 19. Hal ini mengakibatkan ketersediaan akan air bersih menjadi semakin dibutuhkan. WHO (World Health Organization) memperingatkan bahwa air bersih membawa peranan penting dalam membatasi penyebaran Covid 19 serta mencegah penyebaran berbagai penyakit menular lainnya. Tidak hanya itu, salah satu tujuan SDG’s 2030 (Substainable Development Goals) adalah menciptakan ketersediaan air bersih yang cukup bagi seluruh penduduk di dunia ( sdg2030indonesia.org, 2017 ).

Di Indonesia, air bersih menjadi permasalahan tersendiri akibat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim dan pencemaran limbah. Pencemaran lingkungan akibat limbah bisa disebabkan oleh limbah padat dan limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas atau kegiatan pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan klinik kesehatan), limbah dari kegiatan domestic (pekantoran, perhotelan, dan pemukiman warga) serta limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri. Minimnya pengetahuan dalam penyediaan air bersih, sanitasi dan pengolahan air limbah menjadi faktor utama yang mempengaruhi kualitas hidup warga di beberapa negara seperti Indonesia ( Cecilia Tortasada dan Asit K Biswas, 2018).

Berdasarkan data yang dikutip dari World Wide Fun for Nature (WWF) menyatakan bahwa 82 persen sungai di Indonesia sudah dalam kondisi tercemar akibat limbah. Tingginya tingkat pencemaran membuat air tidak layak dikonsumsi ataupun digunakan untuk keperluan sehari – hari. Data tersebut juga menyatakan bahwa dari 550 sungai yang tersebar di Indonesia, 52 diantaranya tercemar di wilayah strategis Indonesia seperti di antaranya sungai Ciliwung di Jakarta dan sungai Citarum di Jawa Barat. Hal ini menyebabkan masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai mengalami krisis air bersih. Tidak hanya itu saja, warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai tersebut juga rentan diserang penyakit berbahaya seperti diare, malaria, penyakit kulit, maupun demam berdarah.

Berbagai macam kegiatan Industri akan menghasilkan limbah yang mengandung logam berat. Kehadiran logam berat di dalam air akan memberikan dampak buruk yang cukup serius, mengingat debit mereka yang terus meningkat, sifat fisik logam tersebut, serta masuknya logam ke badan air yang dapat memperburuk kualitas air. Salah satu logam berat berbahaya yang sering tercampur ke badan air adalah Timbal (Pb). Timbal sendiri termasuk logam berat yang berbahaya bagi tubuh manusia. Kadar maksimum timbal yang dianjurkan WHO adalah kurang dari 0,01 ppm. Sedangkan untuk air minum, kadar maksimum timbal menurut SNI 01-3553-2006 adalah 0,005 ppm. Kehadiran logam timbal yang berlebih di dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai penyakit kronis seperti kerusakan otak, kejang – kejang, bahkan dalam kasus yang paling buruk dapat menyebabkan kematian.

Aplikasi teknologi yang bisa digunakan untuk menurunkan kadar limbah dalam perairan adalah teknik adsorpsi (metode penyerapan) dan fitoremediasi (pencucian). Adsorpsi (penyerapan) merupakan teknik yang digunakan untuk mengakumulasikan partikel pada permukaan zat lain. Sedangkan fitoremediasi (pencucian) adalah metode pencucian limbah menggunakan tanaman. Pencucian ini bisa berupa penghancuran, inaktivasi maupun imobilisasi limbah ke bentuk yang tidak berbahaya. Oleh karena diperlukan teknik fitoremediasi yang tepat.

Fitoremediasi di sini merupakan sebuah teknik pengolahan limbah pada air dengan menggunakan eceng gondok ( Eichornia crassipes ) sebagai fitoremediasi dan tongkol jagung ( Zea mays ) sebagai media absorpsi logam berat. Kelebihan dari ide teknologi ini adalah penerapannya yang mudah dan tidak memerlukan biaya tinggi. Selain itu ketersediaan bahan bakunya juga berlimpah dan mudah didapat, serta juga prosesnya yang alami sehingga tidak menimbulkan efek samping kimiawi atau zat beracun.

Gambar 1. Eceng Gondok

Sumber : Ganeca Enviromental Service

Eceng Gondok memiliki kandungan asam amino sebagai senyawa aktif dalam proses fitoremdiasi, hal ini didukung oleh hasil analisa kimia dari eceng gondok dalam keadaan segar diperoleh bahwa kadar N total 0,28%, bahan organik 36,59%, C organic 21,23%, P total 0,0011%, dan K total 0,016% (Nur Azizah, 2016). Sedangkan tongkol jagung merupakan hasil limbah perkebunan yang jarang dimanfaatkan. Padahal pada tongkol jagung yang dibuang tersebut, masih terdapat kadar selulosa sekitar (40-60%), hemiselulosa (20-30%), dan lignin (15-30%). Tingginya kadar selulosa tersebut yang membuat tongkol jagung bagus dimanfaatkan sebagai adsorben (Agustyani Yudi Aryanti, Rum Hastuti, Khabibi dalam Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi, 2014).

Teknik pengolahan limbah ini memerlukan dua proses persiapan yaitu proses persiapan tank untuk fitoremediasi eceng gondok dan proses pembuatan arbsorpsi tongkol jagung.

  1. Proses Persiapan Tank Fitoremediasi Eceng Gondok

Tahap pertama yang dilakukan adalah tahap aklimatisasi yang bertujuan untuk mengatur kondisi tanaman agar dapat beradaptasi dengan kondisi air limbah yang akan diolah. Proses aklimatisasi memakan waktu sekitar 7 – 14 hari. Setelah tahap ini selesai, barulah proses fitoremediasi dapat dilakukan di dalam tank terbuka berisikan air yang tercemar limbah. Tanaman eceng gondok yang digunakan adalah eceng gondok yang masih segar dan belum menguning.

Bagan 1. Proses Penerapan Fitoremediasi Eceng Gondok

 

        2. Proses Pembuatan Filter Absorben Tongkol Jagung

Pertama – tama tongkol jagung dicuci dengan air terlebih dahulu, kemudian dijemur sampai kering. Setelah kering, tongkol jagung terebut dipotong kecil – kecil lalu digiling sampai halus. Setelah halus, tongkol jagung dikeringkan kembali dengan menggunakan pengering (oven) pada suhu 60. Setelah semua proses tersebut selesai, barulah absorben dapat digunakan.

Bagan 2. Alur Pembuatan Adsorben Tongkol Jagung

 

Kedepannya tentu masalah air bersih dan sanitasi akan menjadi perhatian yang sangat serius, mengingat semakin banyak badan air yang terkontaminasi limbah. Penulis berharap agar ide teknologi pengolahan air limbah ini dapat memberikan kontribusi besar dalam mengatasi masalah air bersih dan sanitasi di Indonesia, terlebih pada era new normal seperti sekarang, di mana air bersih menjadi semakin dibutuhkan.

 

Daftar Pustaka :

[1] Arianty, Agustyani Yudi. Hastuti, Rum. Khabibi. 2014. “Pengaruh Penambahan Polietilen Glikol (PEG) pada Selulosa dalam Serbuk Tongkol Jagung (Zea Mays) terhadap Adsorpsi Ion Logam Timbal (Pb2+)” dalam Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. Semarang. Universitas Diponegoro.

[2] Tortajada, Cecilia. Biswas, Asis K. 2018. “Achieving universal access to clean water and sanitation in an era of water scarcity: strengthening contributions from academia”. Singapore. National University of Singapore.

[3] Hasyim, Nur Azizah. 2016. “Potensi Fitoremediasi Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dalam Mereduksi Logam Berat Seng (Zn) Dari Perariran Danau Tempe Kabupaten Wajo”. Makassar. Universitas Alauddin.

[4] Zuraya, Nidia. 2019. “82 Persen Sungai di Indonesia Tercemar dan Kritis”, https://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/porsc1383/82-persen-sungai-di-indonesia-tercemar-dan-kritis. Diakses pada 21 april 2022 pukul 23.27 WIB.