Sebagaimana yang sudah diketahui secara umum, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah untuk menjadi rahmat bagi seluruh semesta. Di antara turunan dari rahmat tersebut adalah melalui penyempurnaan akhlak-akhlak yang mulia. “Innama bu’istu liutammima makaarimal akhlak.” Jika akal merupakan pembeda bagi manusia dengan makhluk-makhluk Allah lainnya, maka akhlak mulia adalah pembeda bagi manusia berkualitas dengan manusia-manusia lain yang hanya menuhankan hawa nafsunya. Manusia yang berakhlak mulia inilah yang akhirnya berperan sebagai aktor-aktor pembangun peradaban, menjalankan peran dan fungsinya sebagai khalifah yang mengelola bumi dengan penuh keadilan.
Keadilan itu berasal dari akar kata ‘adala, yang berarti tepat, tegak, lurus, dan seimbang. Artinya, pembangunan masyarakat yang adil adalah pembentukan kualitas manusianya yang sesuai dengan titah Rabbnya. Nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam masyarakat haruslah diselaraskan dengan kesucian fitrah yang sudah tertanam dalam setiap jiwa manusia sejak lahirnya. Dengan demikian, agen-agen yang terlahir dari proses pembangunan seperti itu adalah mereka yang memiliki pondasi yang kokoh, dasar yang kuat, dan tiang yang tegak untuk meneruskan misi penyebaran rahmat ke seluruh alam.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa misi tersebut bukanlah hal sederhana yang bisa dilakukan dalam waktu yang singkat, juga bukan hal yang remeh sehingga bisa dilakukan sendirian. Membangun peradaban itu merupakan pekerjaan panjang yang melibatkan banyak tahapan, lintas ruang dan lintas generasi. Pembentukan manusia berkarakter hanyalah anak tangga pertama untuk menuju ke sana. Setelah itu masih ada banyak fase-fase berikutnya untuk diusahakan, seperti penguatan keluarga, penyadaran masyarakat, dan lain sebagainya hingga perbaikan pemerintahan dan pembebasan negara dari segala bentuk penjajahan. Tentu, semua jenjang tersebut terlalu berat untuk diselesaikan seorang, apalagi dengan usianya yang terbatas. Kewajiban-kewajiban peradaban terlalu banyak apabila dibandingkan dengan waktu yang tersedia. Oleh karenanya, kita semua butuh untuk melakukan kolaborasi; bekerja sama demi mewujudkan cita-cita mulia. Namun, bukan sembarang kolaborasi yang kita inginkan. Melainkan kolaborasi yang langsung diikuti dengan kerja-kerja nyata. Ya, kita harus mengusahakan “kolaboraksi!”
Kolaboraksi ini merupakan faktor penentu keberhasilan dalam suatu perubahan positif yang diupayakan. Jika kolaboraksi yang dibangun bersifat kokoh dan sinergis, maka bukan tidak mungkin peradaban madani dapat diwujudkan di tengah segala kompleksitas tantangan zaman. Untuk menciptakan kekokohan tersebut, terdapat beberapa pilar utama guna menciptakan perubahan yang berdampak. Pilar pertama dan yang paling utama adalah integritas. Tanpa pilar tersebut, upaya kolaboratif apapun hanya akan melahirkan risiko untuk tergelincir dalam kepentingan pribadi atau kelompok. Integritas sangat penting dalam membentuk dasar kepercayaan, sehingga mampu menciptakan lingkungan di mana ide-ide dapat tumbuh dan berkembang tanpa disertai oleh ketidakpastian moral. Poin inilah yang sekiranya sudah banyak luput ditemukan dalam kondisi masyarakat kontemporer. Kita melihat bagaimana setiap langkah dan keputusan yang dilakukan elit-elit bangsa mengabaikan prinsip-prinsip etika. Maka bukan mustahil jika kolaboraksi dilakukan dengan dasar yang bobrok seperti itu, tiada akan menciptakan apapun melainkan kemunduran.
Kemudian, pilar kedua yang tidak kalah penting dalam kolaboraksi adalah cendekia. Sebab, segala perubahan transformatif haruslah dibangun atas ilmu dan pengetahuan, bukan hanya asumsi apalagi mitos semata. Hal ini disebabkan karena pembangunan peradaban memerlukan kebijaksanaan dan pemahaman mendalam terhadap isu-isu yang dihadapi. Bagaimana mungkin kita memberikan solusi atas permasalahan yang bahkan tidak dipahami? Oleh karena itu, kolaboraksi memerlukan aktor-aktor cendekia yang dapat menghasilkan solusi yang berkelanjutan dan dapat diandalkan; Menghimpun pikiran terbaik, membuka ide segar, dan mengeksekusi gagasan yang akhirnya dapat mengatasi kompleksitas permasalahan.
Pada akhirnya, kolaboraksi bukan hanya tentang mengatasi permasalahan yang ada, tetapi juga tentang menciptakan masa depan yang lebih baik melalui upaya yang berorientasi pada keluhuran nilai. Dengan sinergi nilai-nilai ini, kolaboraksi menjadi energi yang mendorong masyarakat untuk bergerak bersama menuju peradaban madani.