Pengalaman merupakan sesuatu yang penting. Pengalaman bisa menjadi ajang perbaikan. Dengan pengalaman, kita bisa tau, kita bisa malu, dan bisa saja mendapatkan ilmu baru. Pengalaman tidak bisa dipetik secara instan. Perlu proses, waktu, dan bahkan pengorbanan pun terkadang harus dilakukan. Berbicara tentang pengalaman, ada banyak sekali pengalaman yang sudah saya dapatkan di umur yang sudah menginjak dua puluhan. Salah satunya adalah pengalaman menulis. Menulis itu penting. Mengapa saya bisa mengatakan demikian? Karena hampir di setiap lingkup pendidikan selalu ada menulis. Misalnya dalam hal menjawab soal essay ulangan, lomba menulis, bahkan untuk mendaftar beasiswa pun diperlukan skill untuk menulis. Tidak salah memang, bahkan karakter seseorang pun dapat terlihat dari gaya penulisan orang tersebut.
Masih tentang menulis, saya sudah beberapa kali mencoba. Walaupun hasil tak selalu seperti yang diminta, saya tetap tidak boleh menyerah. Gagal berkali kali saya terima dengan lapang dada. Ditolak pun saya juga tak pernah mengelak. Anda tahu kenapa? Karena ini adalah proses saya. Proses yang tertatih-tatih yang saya gunakan untuk berlatik. Proses yang mandiri yang saya gunakan untuk menemukan jati diri. Ibarat mendaki gunung, tidak mungkin kita langsung berada di puncak, berada diatas dalam sekejap. Kecuali jika memang lewat jalur udara, seperti naik helikopter. Namun, tahukah Anda bahwa usaha tidak pernah membohongi hasil. Dalam konteks menulis, jika ingin jalur cepat bisa saja dengan menyuap. Tetapi, kualitas tulisan bisa saja masih jauh dibawah angan-angan. Kalah? Tidak masalah. Kalah yang berulang? Sudah biasa. Ayolah kawan, ini namanya bukan malang karena tak pernah menang. Ini adalah menang, ya seringkali saya katakan bahwa saya menang pengalaman. Mengukir pengalaman bisa saja seperti mengukir batu. Perlu tenaga ekstra dan semangat yang baru. Pengalaman bisa saja rusak, jika kita tidak bergerak. Ukir prestasi dan raih jati diri. Walaupun saat ini masih malang, tapi percayalah bahwa kemenangan suatu saat pasti akan datang. Memang butuh batuan terjal untuk mendaki agar pengalaman menjadi berarti. Naiklah secara perlahan, genggamlah erat batuan-batuan licin nan tajam sebagai pegangan. Dalam kehidupan nyata, apakah batuan-batuan licin nan tajam gerangan? Pejamkan matamu sebentar, biarkan kepercayaanmu mengalir lancar. Hiraukan sebentar komentar-komentar yang beredar. Bulatkan tekad, terus mencoba, terus berkarya. Jadikan pengalaman sebagai batu pijakan, batu yang licin nan tajam. Agar tak terpelosok jauh lebih dalam. Gagal bukan berarti ajal. Ditolak tidak selalu malang, tapi itu adalah menang. Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya bahwa itu adalah menang pengalaman. Tetaplah mencoba menulis, karena kita tidak akan pernah tau dititik mana kita akan menjadi sangat luar biasa. Sekarang terserah Anda, karena ini bukanlah malang. Tapi menang pengalaman. (DeRaKhu)