BELAJAR DARI KOLABORASI INTEGRASI MODA TRANSPORTASI UMUM DI DKI JAKARTA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS MOBILITAS MASYARAKAT

OPINION LEADER ESSAY – ZIYAD M IMANI – BOGOR

Kota Jakarta merupakan kota terbesar di Indonesia dengan berbagai aspeknya menopang perekonomian Indonesia. Sebagai sebuah kota yang menjadi tujuan utama urbanisasi dan memiliki lebih dari 10 juta penduduk, maka masalah di bidang transportasi seperti kemacetan dan kurangnya fasilitas penunjang transportasi menjadi sesuatu yang sudah biasa terjadi. Sebagai wajah dan representatif pembangunan negara Indonesia, masalah seperti ini seharusnya menjadi prioritas untuk diselesaikan. 

Selama puluhan tahun masalah ini belum dapat ditangani secara tuntas dikarenakan banyak kebijakan yang dilakukan pemerintah daerah Jakarta hanya fokus pada penyelesaian masalah dalam jangka pendek dan tidak memikirkan faktor – faktor lain yang lebih luas. Beberapa proyek jangka pendek yang selama ini dilakukan untuk mengurangi kemacetan seperti menambah lebar jalan raya, mempersempit trotoar, sistem ganjil genap, dan lainnya. Pada kenyataannya, hal ini tidak menyelesaikan permasalahan melainkan malah memberi insentif bagi pengguna kendaraan bermotor untuk terus menggunakan sepeda motor dan mobil untuk bepergian.

Melihat contoh dari banyak kota maju di seluruh dunia seperti Singapura, Tokyo (Jepang), Seoul (Korea Selatan), Shanghai (Tiongkok), Copenhagen (Denmark), dan lainnya menunjukkan bahwa solusi untuk mengatasi kemacetan lalu lintas sekaligus meningkatkan kualitas mobilitas masyarakat kota bukanlah dengan menambah lebar jalan atau memberi insentif untuk pengguna kendaraan bermotor, melainkan dengan menambah layanan untuk pejalan kaki, pesepeda dan pengguna transportasi umum.

Sepeda motor dan mobil tidak akan berkurang jumlah nya, bahkan akan terus bertambah hingga melebihi kapasitas maksimal sebuah kota apabila tidak diberi aturan yang tegas. Sedangkan lahan kosong yang dimiliki sebuah kota seperti Jakarta sangatlah sedikit dan mahal, ditambah lagi efektivitas kendaraan bermotor pribadi sangatlah buruk dalam mengangkut penumpang. Sebuah mobil mungkin hanya membawa 1 sampai maksimal 6 orang dalam jam sibuk, sedangkan sebuah bus Transjakarta mampu mengangkut lebih dari 50 orang dengan menggunakan lahan jalan jauh lebih sedikit daripada mobil yang dibutuhkan untuk membawa jumlah penumpang yang sama.

Kita harus mengubah paradigma bahwa menggunakan transportasi umum hanyalah untuk masyarakat tidak mampu atau pekerja, salah satunya dengan memperbaiki kualitas transportasi umum seperti bus, kereta, MRT, LRT, dan lainnya. Pemerintah harus menjadikan transportasi umum dan fasilitas penunjangnya menjadi media agar seluruh masyarakat kota dapat dianggap setara dan sama – sama berhak mendapatkan kemudahan dalam bermobilitas. Ketika fasilitas transportasi umum membaik dan semakin mudah digunakan, maka secara otomatis semua kalangan masyarakat akan tertarik untuk menggunakannya, bahkan kalangan menengah ke atas sekalipun.

Hal inilah yang sedang coba dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta dalam beberapa tahun terakhir. Pembenahan kemacetan dan transportasi umum yang dilakukan tersusun dalam beberapa program prioritas sesuai tahapan. Secara garis besar, program ini dinamakan Jaklingko. Berikut merupakan beberapa program utama yang telah dilakukan sejauh ini.

  • Kolaborasi dengan pengelola transportasi swasta terutama di lini angkutan kota (angkot) dan bus untuk kemudian diintegrasikan ke dalam layanan TransJakarta. Beberapa poin perbaikan yang dilakukan adalah menggaji para sopir agar tidak lagi berebut penumpang, perbaikan fasilitas di dalam kendaraan angkutan seperti AC (Air Conditioner) dan CCTV, pemusnahan angkutan yang tidak layak beroperasi, penetapan jalur trayek resmi, dan penyelarasan sistem pembayaran yang terintegrasi dengan E-Money.
  • Integrasi fasilitas pejalan kaki seperti trotoar dan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) dengan halte Transjakarta, Stasiun MRT, Stasiun LRT, dan Stasiun KRL. Hal ini untuk memudahkan mobilitas pejalan kaki sekaligus meningkatkan keamanan dan kenyamanan. Fasilitas pelengkap juga ditambah seperti CCTV, lampu penerangan, lift untuk pengguna prioritas atau disabilitas, dan lainnya.
  • Integrasi dan penyambungan antar moda transportasi, seperti stasiun KRL dengan stasiun MRT, stasiun MRT dengan halte Transjakarta, stasiun KRL dengan angkot Jaklingko, dan berbagai skema kolaborasi lainnya antar badan pengelola transportasi.
  • Integrasi sistem pembayaran transportasi menggunakan satu layanan dan satu kartu yaitu Jaklingko dalam bentuk kartu fisik dan aplikasi mobile. Berguna untuk berbagai macam layanan seperti live tracking posisi angkutan transportasi, melihat jam keberangkatan dan kedatangan, melihat kondisi kemacetan, hingga layanan top up saldo kartu.
  • Penambahan armada bus Transjakarta untuk mengakomodasi jumlah penumpang yang membludak, selain itu juga dilakukan pilot project untuk memulai pengadaan armada bus listrik sebagai komitmen untuk penggunaan energi bersih bebas polusi.

Melalui beberapa program peningkatan tersebut, diperoleh peningkatan signifikan jumlah wilayah di Jakarta yang terjangkau dari yang awalnya sekitar 45% dari seluruh wilayah Jakarta pada tahun 2017, menjadi 82% pada tahun 2021. Hal ini juga ditandai dengan meningkatnya pengguna transportasi umum Transjakarta yang beralih dari kendaraan pribadi menjadi sekitar 1 juta penumpang dalam sehari pada puncaknya. Tingkat kemacetan juga turut mengalami penurunan signifikan berdasarkan data yang diperoleh dari lembaga TomTom Traffic yang menempatkan Jakarta pada awalnya di urutan 4 dari seluruh kota dunia pada tahun 2017, menjadi urutan 46 pada tahun 2021.

Pembenahan dan perbaikan yang kita lihat ini dapat menjadi pembelajaran yang sangat penting dalam membangun sebuah perubahan. Setidaknya terdapat dua nilai yang diterapkan yaitu TRANSFORMATIF serta MELAYANI. Perubahan ini merupakan langkah transformatif karena sangat berbeda jauh dengan solusi – solusi jangka pendek lainnya yang dilakukan bertahun – tahun sebelum ini. Solusi ini juga transformatif karena memberikan pengaruh yang sangat signifikan dan dalam waktu yang relatif cepat karena melibatkan semua pihak yang berkepentingan demi mencapai tujuan bersama yang bervisi kepada kebermanfaatan bagi masyarakat luas.

Solusi Jaklingko untuk membenahi transportasi dan mengurangi kemacetan juga berfokus pada nilai MELAYANI. Awal mula dibentuknya inisiatif ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Kota Jakarta yang seringkali kesulitan untuk bermobilitas karena kualitas fasilitas umum (fasum) di bidang transportasi yang buruk. Hal inilah yang menyebabkan tingginya tingkat penggunaan kendaraan pribadi karena orang – orang tidak ingin mengalami pengalaman rumitnya transportasi umum. Nilai pelayanan juga merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah melalui dukungan oleh berbagai pihak.

Melihat keberhasilan yang terjadi di Kota Jakarta dalam membenahi permasalahannya di bidang transportasi umum dan penanggulangan kemacetan dapat menjadi inspirasi dan percontohan bagi kota besar lainnya di seluruh Indonesia. Tentunya dengan mengedepankan kesadaran pemerintah atas kewajiban pelayanan kepada masyarakat, diharapkan dapat melangkah kedepan untuk menciptakan perubahan yang memberikan dampak transformatif bagi masyarakat yang lebih luas.