“Sesungguhnya Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” -QS. At Tiin : 4
Proses menjadi sebaik-baik manusia, akan mempertemukan kita dengan batas-batas kemampuan. Entah karena lelah atas padatnya aktivitas, penat karena agenda yang berturut-turut, berkali-kali diminta untuk berpikir dan menguras habis semua tenaga kita, pun memberikan senyum terbaik kepada orang yang kita temui yang juga membutuhkan energi. Kita diliputi batas-batas yang tidak lain, banyak didominasi oleh hati dan pikiran.
Batas-batas hati dan pikiran lelah kita, mendorong kita menjadi ragu terhadap mimpi-mimpi besar, rencana-rencana, juga khawatir akan masa depan. Kita menjadi tidak percaya diri, karena batas-batas yang tersusun dalam benak-benak kita. Kita, terkadang lupa bahwa: manusia adalah makhluk terbaik yang Allah ciptakan, dengan akalnya. Allah juga membekali Al Quran secara khusus kepada manusia, sebagai penyejuk hati juga petunjuk, bagi dia yang meyakininya (tapi kadang kita masih ragu!).
Hidup bervisi surga, barangkali adalah hal yang mampu menghapuskan batas-batas kemampuan itu. Hidup bervisi surga, berarti kita menolak percaya bahwa amal itu punya batasan masa. Hidup bervisi surga, dikutip dari kajian yang disampaikan oleh Teh Qoon, berarti kita sepakat bahwa: hanya kematian yang menghentikan kesempatan kita dalam beramal.
Batas-batas kemampuan, adalah pikiran yang kita ciptakan sendiri. Maka selagi bisa, lewatilah batas-batas kemampuan dengan berteman bersama lelah. Mari percaya, bahwa produktivitas adalah berpindah dari satu urusan ke yang lain, satu kelelahan kepada kelelahan yang lain, dengan sungguh-sungguh.
“Maka apabila kamu telah bertekad, berserah diri lah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berserah diri.” – QS. Ali Imran: 159
Bersungguh-sungguh dan berserahlah, lalu biarkan Allah membawamu menembus batas-batas kemampuan.