Sebagai calon tenaga kesehatan, menghadapi pasien dengan asuransi jaminan kesehatan BPJS sudah bukan hal yang asing lagi. Memang bukan urusan kami, terutama calon dokter untuk mengurusi tentang BPJS kesehatan. Kami hanya ‘sedikit’ memutar otak agar pasien dapat mengklaim asuransi sesuai dengan kebutuhannya. Namun bertambahnya umur BPJS kesehatan tidak hanya membuat tenaga kesehatan memutar otak, tetapi juga pemerintah dalam menutupi dana yang terus defisit. Defisit dana dalam asuransi kesehatan yang memiliki sistem ‘yang sehat mengobati yang sakit’ bukan hal yang tidak diprediksi sebelumnya. Berdasarkan laporan keuangan BPJS kesehatan tahun 2016, walaupun seluruh warga indonesia telah bergabung dalam BPJS, tetap saja asuransi BPJS ini akan defisit karena dari awal program memang premi yang tertera tidak sesuai dengan perhitungan aktual. Hal ini bukan merupakan permasalahan yang harus dipikirkan pasien ataupun tenaga kesehatan karena memang sudah sepatutnya pemerintah bertanggung jawab dalam kesejahteraan warganya termasuk kesehatan. Walaupun dalam kenyataan BPJS sangat membantu rakyat kecil dari berbagai penyakit yang diderita seperti penyakit yang bermula dari kurang menjaga kebersihan, penyakit menular tuberculosis, penyakit jantung bawaan, kanker sampai penyakit immunocompromised. Namun tidak semua penyakit yang diderita pasien merupakan penyakit bawaan dari lahir. Penyakit yang disebabkan dari human error seperti tidak bisa menjaga kebersihan dengan baik dan mementingkan kesehatan lebih banyak prevalensinya dibandingkan penyakit bawaan. Penyakit tersebut seringkali dibiarkan ‘tumbuh’ sehingga ketika datang ke rumah sakit, pasien sudah dalam keadaan yang buruk. Obat dan terapi yang diberikan kepada pasien akhirnya hanya menjadi ‘alat’ untuk memperpanjang hidup pasien, tidak bisa benar-benar menyembuhkannya karena sudah terlanjur parah. Beberapa studi membuktikan bahwa persentase seseorang sembuh dari penyakit kronis memiliki persentase yang kecil. Penyakit ini sangat mungkin untuk dicegah dan dihambat perkembangannya menjadi penyakit yang kronis apabila warga Indonesia memiliki pengetahuan yang lebih tentang kesehatan atau taraf pendidikan yang lebih tinggi.
Selain kesehatan, pendidikan juga merupakan hal pokok yang harus pemerintah asuransikan. Dampak dari taraf pendidikan yang rendah dapat membesar pada hal yang lain terutama dalam aspek kesehatan. Walaupun aspek kesehatan dan pendidikan kadang sulit dikaitkan namun sebenarnya tingkat pendidikan yang tinggi sangat berkorelasi dengan tingkat kesejahteraan terutama dalam kesehatan. Permasalahan kesehatan tidak akan pernah ada habisnya mengingat kesembuhan penyakit tidak selesai dengan cara hanya memberi terapi dan obat, tetapi menyembuhkan perilaku yang menimbulkan penyakit tersebut.
Disaat dana BPJS yang terus defisit selalu ditutupi dari uang negara, uang pendidikan terutama untuk beberapa perguruan tinggi malah melejit dan dibiarkan untuk berlomba-lomba membayarkan uang kuliah paling tinggi. Memang, perguruan tinggi tersebut sudah tidak dalam naungan negara, tetapi jika memang ingin warga ngara tersebut sejahtera, masalah yang tidak kalah pokoknya harus segera dituntaskan juga. Kalau bisa memilih untuk membayarkan uang BPJS dan menambah beasiswa pendidikan, alangkah lebih bijaknya apabila negara membantu memecahkan masalah dari segi pendidikan terlebih dahulu.
Surakarta, 7 Agustus 2019
Laila Putri Nurhafsyah