Antara yang Nyata dan yang Terlihat

Kedua kata tersebut sekilas bermakna sama, sama sama berbicara mengenai wujud, perbedaannya terletak pada siapa yang objek yang melihatnya. Yang terlihat hanya mampu disaksikan oleh manusia yang lemah tak berdaya, yang nyata barangkali manusia tidak mampu melihatnya, namun yang nyata akan disaksikan oleh sebuah Dzat yang maha kuasa.

Fenomena ini, antara kenyataan dan yang terlihat tidak selalu berbanding lurus, bahkan bisa jadi amat berbeda signifikan. Di dunia ini kita sering tertipu dengan yang terlihat, namun kita lupa akan kenyataan sesungguhnya. Banyak yang terjebak dengan fenomena ini yang seringkali menilai berdasarkan apa yang terlihat bukan pada kenyataannya. banyak orang yang menikah hanya karena rupa sang kekasih. Banyak yang mengejar nilai akademik hanya karena prestise,  banyak barang yang kita beli padahal nihil manfaat, bahkan yang terparah adalah merasa paling banyak mengerjakan amal, ternyata tidak bernilai apa-apa di sisi Allah. Keterjebakan ini bisa membawa para pelakunya ke dalam ruang kesesatan. Membawa kepada spektrum nilai kebaikan yang lebih sempit.

simak kisah berikut ini..

Terkisah di zaman sultan murad II, ada seorang lelaki yang menghabiskan tiap malamnya dengan berkumpul bersama para wanita jalang, membeli banyak botol anggur berkelana dari satu diskotik ke diskotik lainnya. Yang terlihat, lelaki ini adalah seorang yang tercela akhlaknya serta buruk perangainya. Sehingga, pada akhirnya ketika ia meninggal tidak ada satupun orang yang mengurus jenazahnya hingga jasadnya ditemukan oleh sang sultan. Sang istri pun menceritakan perihal suaminya bahwa kenyataanya tidaklah seperti itu, sang lelaki setiap malam membeli botol anggur dan memecahkannya, pun dengan para wanita jalang itu, ia hanya memberikannya uang sebagai pengganti nafkah. Lelaki ini menyadari bahwa penilaian Allah jauh lebih baik daripada penilaian manusia. Apa yang terlihat oleh manusia tidak terlampaui oleh kenyataan semestinya.

Sekat memang tercipta antara yang terlihat dan kenyataannya, jurang pemisah ini dapat menghadirkan sejumlah prasangka(dzan),bisa jadi prasangka baik(husnudzan) ataupun prasangka buruk(suuzhan). Ada banyak hal dan rahasia yang kadang kita tidak mengerti, apa yang tampak tidak terlihat sebagaimana mestinya. Poinnya adalah bagaimana seorang muslim mampu membuat jembatan penghubung dalam menilai sebuah peristiwa. Rasulullah selalu mengajarkan untuk mengutamakan husnudzan dalam menilai segala sesuatu apapun di dunia ini, baik kepada Allah ataupun kepada manusia, husnudzan kepada Allah akan memberikan kita rasa syukur yang terus berlipat. Pun kepada husnudzan kepada manusia, akan memberikan ketenangan hati.

Seperti kata mutiara yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim Al Jauzy “Andai kamu tau bagaimana Allah mengatur urusan hidupmu, pasti hatimu akan meleleh karena jatuh cinta kepadaNya”

Kita juga tidak pernah tau bisa jadi seseorang yang seolah hanya mampu mendengarkan curhatan kita, ternyata dialah orang yang paling tulus mendoakan kita, bisa jadi seseorang bertampang preman,ternyata dialah orang yang menangis sesegukan di hadapan Allah ketika sepertiga malam terakhir, atau bisa jadi orang yang terlihat sering mengantuk di siang hari bisa jadi ia adalah orang yang paling giat menghabiskan malamnya untuk belajar, sekedar membaca ataupun mencari beberapa jurnal untuk membantu pengembangan proyek kebermanfaatan di suatu lembaga sosial.

hadist dibawah ini cukup menjadi pengingat kita bahwa berhusnudzan atau tidaknya kita, sebaik apapun tampilan yang kita tampakkan kepada manusia, semanis apapun ucapannya yang kita lontarkan. Allah Maha mengetahui apa-apa yang tersembunyi di dalam isi hati

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasad-jasad kalian dan tidak juga kepada rupa-rupa kalian akan tetapi Allah melihat kepada hati-hati kalian (dan amalan-amalan kalian)”

Mari berhusnudzan dalam setiap kedaaan 🙂

ditulis oleh Halah (PM BA 9 Palembang)