Tingginya angka Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan salah satu indikator pencapaian pembangunan nasional terutama di bidang kesehatan. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), UHH di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, angka UHH di Indonesia 64,5 tahun, meningkat menjadi 69,4 tahun pada tahun 2010 dan diperkirakan pada tahun 2020 meningkat menjadi 71,7 tahun. Dengan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia yang terus meningkat dan mencapai 7% dari total penduduk pada tahun 2012, peningkatan angka UHH dapat menjadi indikator keberhasilan pembangunan sekaligus menjadi tantangan bagi pemerintah. Hal ini dikarenakan peningkatan angka UHH akan berimplikasi pada peningkatan populasi usia lanjut yang akan mengakibatkan transisi epidemiologi dalam bidang kesehatan, akibat meningkatnya jumlah angka kesakitan karena penyakit degeneratif.
Penyakit degeneratif adalah penyakit yang disebabkan karena proses penuaan. Penyakit ini tergolong non communicable disease atau Penyakit Tidak Menular (PTM), yang disebabkan oleh karena gabungan beberapa faktor, seperti genetik, fisiologis, lingkungan, serta gaya hidup. Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis tubuh mengalami penurunan akibat proses penuaan, sehingga PTM banyak muncul pada usia lanjut. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa PTM menjadi penyebab kematian sekitar 40 juta orang tiap tahunnya, setara dengan 70% total kematian di dunia pertahun. Setiap tahun, 15 juta orang yang meninggal karena PTM berada pada usia 30-69 tahun dan lebih dari 80% kasus kematian terjadi di negara berkembang yang mayoritas disebabkan karena penyakit kardiovaskuler (hipertensi dan stroke). Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, penyakit degeneratif terbanyak pada lanjut usia adalah hipertensi (57,65%), artritis (51,9%), stroke (46,1%), dan diabetes melitus (4,8%).
Penyakit degeneratif seringkali bersifat kronik (berlangsung lama) dan berujung pada kecacatan penderita. Pengobatan PTM seringkali memakan waktu yang lama dan memerlukan biaya yang besar. Tak pelak, saat ini penyakit-penyakit kronik-katastropik menyumbang defisit terbesar dari BPJS. Maka dari itu, upaya penanggulangan PTM mengedepankan prinsip promotif (peningkatan kesehatan) dan preventif (pencegahan penyakit) daripada pengobatan, karena akan mengurangi beban biaya kesehatan yang cukup besar.5 Upaya yang menjadi ujung tombak saat ini ialah peningkatan status kesehatan dan pecegahan penyakit melalui pemeriksaa deteksi dini melalui pemeriksaan kesehatan rutin. Dalam melakuka upaya ini, tak mudah menyadarkan masyarakat untuk mau dan mampu melakukan upaya-upaya promotif dan preventif. Peran dari aktivis sangat diperlukan disini, karena aktivis mampu menggerakkan dan memberi dampak kepada masyarakat secara luas dan masif. Maka, sudah saatnya para aktivis memulai untuk memperbaiki gaya hidupnya, dengan menjaga pola makan, rajin berolahraga, hingga memberi contoh untuk tidak konsumsi rokok dan alkohol.
REFERENSI
- Widiakustanto, Manullang EV. Buletin-Lansia. 2013;
- Kesehatan K, Indonesia R. Balitbangkes paparkan hasil the global burden of disease. 2018;4–5.
- Non Communicable Disease. 2017.
- Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Lap Nas 2013. 2013;1–384.