Virus Citayam Fashion Week, Gagalkan Revolusi Mental

Anak muda Indonesia saat ini sedang dihebohkan dengan dunia fashion. Dimana dulunya seseorang bisa berlenggak lenggok bak model papan atas hanya di panggung-panggung besar dengan menggunakan baju yang menurut mereka modis dan fashionable. Namun tidak halnya untuk sekarang, zebra cross dimanfaatkan sebagai pentas hiburan organik. Hal itu bisa disaksikan pada acara Citayam Fashion Week, Jakarta, yang dimana sudah jelas melanggar nilai-nilai norma sosial, agama, adat dan budaya. Seseorang berlenggak-lenggok mempromosikan budaya LGBT. Agama dan budaya mana yang menyetujui anak muda berperilaku seperti itu?. Sudah pasti tidak akan ada. Sungguh miris dan mengkhawatirkan, jika CFW ini terus menyebar dan menjadi tren anak muda Indonesia. Perlu mendapatkan perhatian khususnya anak muda Sumatera Barat, kini telah banyak anak muda yang larut dalam tren ini dan sudah menyebarkan virus CFW tersebut ke Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, dan Kabupaten kota lainnya di Sumatera Barat.

Tak bisa dielakkan, tren Citayam Fashion Week ini akan menimbulkan dampak negatif yang tidak sedikit. Virus ini akan menjadi boomerang bagi generasi muda Indonesia yang akan menyongsong bonus demografi 2045. Jika tidak siap, Indonesia akan kewalahan mengelola sumber daya manusianya yang dimana generasi muda ialah sosok penyongsong peradaban Pancasila.

Merasa aman dengan apa yang terjadi pada pemuda hari ini adalah bentuk kekhawatiran. Dimana jika ditelusuri realitanya lebih dalam, pemuda hari ini sedang diobok-obok mental dan mindset nya oleh budaya LGBT. Bagaimana tidak?. Dengan viralnya tren CFW ini, anak muda merasa biasa dan bahkan bangga menggunakan pakaian yang sobek, telanjang, dan terbuka. Speak up dan munculnya penyuka sesama jenis maupun lawan jenis menjadi hal yang lumrah di kalangan mereka. Betapa malangnya, jika anak muda yang hadir pada acara acara Fashion Week ini adalah rombongan LGBT yang mulai memberanikan diri tampil dengan dalil ini adalah AKU hasil revolusi mental era rezim entah berantah. Tentu saja hal ini disebabkan karena telah hilangnya rasa malu dalam jiwa yang sudah terkikis bahkan terkubur dalam.

Hal ini akan membuat Revolusi Mental yang dicanangkan oleh visi misi Presiden Jokowi semakin menjadi sulit untuk terwujud dan terealisasi sebagaimana mestinya. Jika melihat kasus kerusakan moral pemuda Citayam Fashion Week yang sangatlah nyata, membuat hati miris para pendiri bangsa dimana sangat berseberangan dengan tujuan Bangsa Indonesia yaitu salah satunya mencerdaskan kehidupan Bangsa.

Kita sebagai agent of change, pemerintah dan masyarakat perlu kembali melakukan pembinaan terhadap generasi mudanya agar tidak menjadi generasi bermental tempe, tidak ikut-ikutan dengan tren musiman yang akan berujung petaka dan banyak kemudaratan. Jaga dan kawal bersama agar virus Citayam Fashion Week ini tidak menyebar luas lagi. Cukup sudah terlalu banyak masalah Indonesia mulai dari korupsi yang tiada henti, harga bahan pokok yang naik, BBM mahal, tawuran pelajar, dan masih banyak lagi. Kembali kita gaungkan semangat bermoral cintai agama, norma, adat dan budaya Indonesia sebagai bangsa Timur.