Bandung – Pemimpin muda di era disrupsi memiliki tantangan untuk terus berinovasi dalam mencipta perubahan yang lebih baik di masyarakat. Program pengembangan kepemimpinan Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA) dalam rangkaian Future Leader Challenge (MIT) 2020 menggelar Mega Inspiring Talk (MIT) demi mendorong terbentuknya Distruptive Leader untuk Indonesia pada Minggu (27/09) secara daring via ZOOM.
Bupati Kulon Progo Periode 2011-2019 sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Dr. dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K) turut membagikan inspirasi dari pengalamannya memimpin perubahan ketika menjadi Bupati Kulon Progo.
Sebagai dokter Spesialis Kebidanan, ia menyampaikan, memulai perubahan itu seperti mengubah fenotip. Perubahan fenotip diawali dengan perubahan genotip, dalam hal ini maka sebelum mengharapkan perubahan etos kerja masyarakat kita harus mengubah mindset atau pola pikir terlebih dahulu sebagai bangsa yang tangguh.
“Tidak cukup inovasi, namun butuh revolusi atau reformasi. Harus ada perubahan yang sifatnya mendasar untuk mengubah suatu keadaan. Revolusi berarti ada perubahan cara pandang masyarakat agar tidak melakukan business as usual. Pemimpin harus mempunyai cita-cita yang tinggi. Perubahannya dimulai dari diri sendiri agar bisa berkinerja lebih baik,” ujar Hasto.
Ia membagikan pengalamannya ketika memimpin perubahan di Kulon Progo dalam meraih National State yang kuat. Inovasinya dimulai dari produksi air mineral kemasan oleh PDAM-nya sendiri, produksi batik khas Kulon Progo yang juga digunakan untuk sekolah-sekolah di berbagai desa, gerakan masyarakat untuk membeli beras dari petani lokal, mengubah kepemilikan minimarket menjadi koperasi Toko Milik Rakyat (Tomira) di mana produk lokal siap dipasarkan, membangun MoU dengan Singapura khusus penyaluran aqiqah dan qurban, dan masih banyak inovasi lain yang ia kembangkan di Kulon Progo sebagai sebuah perubahan.
Hasto membagikan mantra kuat pegangannya, “Harus berubah di tangan saya!”, sebagai bentuk penyemangat agar para pemuda bisa memaksimalkan kesempatan melakukan yang terbaik. “Karena ketika kita mendapatkan kesempatan mengemban amanah, berarti kita menghilangkan kesempatan bagi orang lain melakukan apa yang bisa kita lakukan. Tidak cukup menjadi orang baik, harus melakukan perbaikan. Kita perlu selalu bertanya pada diri sendiri “jangan-jangan apabila dipimpin orang lain, kondisinya akan lebih baik?” Ini adalah suatu janji mengubah nasib rakyat,” jelasnya.
“Inovasi muncul dari penghayatan terhadap kemiskinan. Etos, logos, phatos. Yang berarti pemimpin harus memiliki etika, logika, dan empati. Merasakan apa yang rakyat rasakan. Mari kita mengedepankan nilai kemanusiaan sejak awal,” pesan Hasto kepada enam puluh penerima manfaat BAKTI NUSA dan lima ratus peserta umum dari berbagai wilayah di Indonesia. (SNRxAR)