Kemajuan teknologi yang tengah dinikmati masyarakat dunia, nyatanya tidak serta-merta menghindarkan kita dari ancaman biologis yang dihasilkan tanpa rekayasa genetika, yakni kemunculan 2019-nCov atau novel-coronavirus yang sejak 12 Februari 2020 lalu telah berganti nama menjadi Covid-19. Bersama kita ketahui, virus yang dikonfirmasi berasal dari Wuhan, China ini diduga muncul secara tiba-tiba dan menyebabkan outbreak pneumonia (penyakit peradangan paru yang menyebabkan penderita mengalami kesulitan bernapas) pada tanggal 31 Januari 2019. Penyebabnya masih menjadi misteri hingga pada tanggal 7 Januari 2020, WHO (World Health Organization) mengumumkan secara resmi bahwa outbreak tersebut disebabkan oleh coronavirus yang telah bermutasi membentuk strain baru.
Berdasarkan alur penegakan diagnosis yang diterbitkan oleh WHO, infeksi Covid-19 memiliki tiga gejala utama yakni demam, batuk, dan sesak, ditambah dengan riwayat bepergian atau kontak dengan daerah yang terinfeksi dalam 14 hari sebelum gejala awal dirasakan. Gejala klinis juga dapat bervariasi berdasarkan tingkat keparahan, yakni meliputi : sakit ringan, pneumonia ringan, pneumonia berat, ARDS atau acute respiratory distress syndrome, sepsis, syok septik, hingga terberat yakni kematian.
Coronavirus bukanlah virus anyar. Pada tahun 1965, seorang ilmuwan berhasil menemukan jenis virus baru dari swab/hapusan mukosa hidung. Klinis pasien yang menunjukan gelajala flu-like-syndrome ternyata tidak disebabkan oleh virus influenza atau rhinovirus seperti pada umumnya, tetapi oleh sebuah virus baru yang ketika diamati melalui mikroskop elektron memiliki bentuk bulat dan bermahkota. Virus yang termasuk dalam virus RNA ini dinamakan Coronavirus.
Sama seperti influenza, coronavirus yang merupakan virus RNA ternyata aktif bermutasi. Pada Februari 2003, terjadi outbreak Severe Acute Respiratory Syndrome-related Coronavirus atau SARS-Cov yang merupakan bentuk mutasi yang cukup membuat gempar dunia. Pasalnya, 8.098 populasi terkena dampak dari virus ini dengan 774 kasus meninggal dunia. SARS-CoV menular dari manusia ke manusia melalui droplet dengan klinis demam > 38 °C, nyeri kepala, beberapa disertai diare, serta gangguan pernafasan hingga pneumonia. Gejala ini mirip dengan Covid-19 yang khas menyerang sistem pernafasan, itulah mengapa Covid-19 memiliki nama lain SARS-CoV 2.
Pada September 2012, muncul outbreak baru dari mutasi lain coronavirus yakni Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dengan total 2494 populasi terdampak dan menyebabkan 858 kematian. MERS-CoV muncul di Tmur Tengah dengan pelaporan kasus terbanyak berasal dari Saudi Arabia dengan 2102 kasus dan 780 kematian. Gejala klinis yang muncul dari MERS-CoV antara lain demam, batuk, dan nafas yang memendek. Dapat pula muncul gejala dari sistem pencernaan termasuk diare, bahkan banyak yang terkonfirm positif tanpa gejala klinis yang jelas.
SARS-CoV maupun MERS-CoV telah memiliki vaksin masing-masing, hasil dari kerjasama laboratorium terpadu di seluruh dunia. Saat ini, dunia sedang berusaha untuk mengalahkan Covid-19 yang pada 1 Maret 2020 tercatat telah menyebabkan outbreak di 58 negara dengan jumlah kasus terkonfirmasi yang cukup fantastis yakni 87.137 kasus dengan jumlah kematian 2977 orang. Virus dengan sejarah panjang ini telah sempurna menjadi ancaman di seluruh dunia, menantang manusia yang kelakuannya semakin semena-mena.
Referensi :
- who.int
- cdc.gov
- ncbi.nlm.nih.gov
- nih.gov
- kemkes.go.id