Palestina di Tengah Relasi Ulama dan Umara

Dalam sejarahnya, Islam banyak menyuguhkan kisah pasang surut relasi antara ulama dan penguasa. Hubungan antara keduanya bahkan telah dimulai sejak zaman Khulafaur Rasyidin. Sebut saja kisah ketika Ali bin Abi Thalib, yang terkenal sebagai pintunya ilmu, mendahulukan menyelesaikan pengumpulan Al – Qur’an sehingga tidak keluar rumah kecuali untuk sholat. Alhasil, tindakannya ini menyebabkan beliau menjadi yang akhir berbai’at kepada khalifah Abu Bakar. Juga ketika Ali menjadi khalifah, beliau memindahkan ibukota ke Kufah, supaya Madinah dapat terus menjadi kota keilmuan yang jauh dari panasnya suhu politik. Relasi antara penghulu ilmu dan penguasa pun berlanjut ke masa berikutnya.

Sejarah mencatat, hampir semua ulama yang beridealisme tinggi akan berhadapan dengan penguasa. Adalah Abu Hanifah, yang setidaknya dua kali beliau harus menghadapi pahitnya politik penguasa karena bersikeras untuk menolak jabatan Qadhi negara. Beliau dihukum cambuk dan dipenjarakan. Begitu pun dengan Imam Malik. Beliau berseteru dengan Al-Manshur karena menyampaikan sebuah hadits. Karena dianggap memprovokasi, beliau mendapat hukuman cambuk.

Unik pula apa yang dialami oleh Imam Syafi’i. Beliau difitnah hendak melakukan makar terhadap khalifah Harun Ar-Rasyid oleh Gubernur Yaman. Beliau dihadapkan kepada sang khalifah dengan kaki terantai. Tanpa diduga, setelah berdialog, khalifah menyatakan bahwa Imam Syafi’i tidak bersalah, bahkan menghadiahi beliau dengan uang sebanyak seribu dinar. Sedangkan Imam Ahmad, beliau harus berhadapan dengan Al-Makmun, karena berbeda pendapat dalam memahami Al-Qur’an. Beliau pun diberi hukuman fisik dan dikurung di rumahnya.

Palestina, Ulama dan Penguasa

Relasi ulama dan penguasa juga meramaikan isu – isu dunia Islam. 14 – 15 Juli 2017, di Istanbul, Muktamar Ulama Internasional menyepakati untuk menyampaikan beberapa poin penyikapan terhadap ditutupnya Al–Aqsha oleh Israel. Pengaruh hasil muktamar ini langsung tersebar ke seluruh dunia. Di Indonesia, banyak diadakan aksi dukungan, pembacaan Qunut Na’zilah di sholat Jum’at dan khutbah yang membahas perkara tersebut. Hingga pekan ini pun masih banyak kegiatan – kegiatan serupa.

Para ulama ternyata memiliki pengaruh yang sangat kuat dan sentral dalam pergolakan dunia Islam. Maka benarlah bahwa pewaris para nabi adalah ulama, bukan penguasa. Karena warisannya adalah ilmu, bukan tahta. Dan penutupan Al-Aqsha oleh Israel, kembali memunculkan peran ulama di tengah keringnya kesatuan politik umat Islam.

Hal ini mengingatkan kita, bahwa di kubu seberang, kubu para penguasa, hampir – hampir tak banyak yang dilakukan oleh tokoh politik Islam di dunia. Dukungan yang paling santer adalah kutukan keras dari kepala negara, termasuk Indonesia. Maka, nampaknya kita perlu mengingatkan Pak Jokowi, kepala negara berpenduduk Muslim terbesar di planet ini. Bukankah beliau pernah berjanji mengupayakan kemerdekaan Palestina?

“Ya, betul. Ambil sana sepedanya!”