Permasalahan wanita, organ reproduksi, hingga perilaku seksual kini menjadi trending issue bersamaan dengan isu pro-kontra RUU PKS yang dianggap beberapa pihak sebagai RUU pro zina. Saya tidak akan mempermasalahkan isu tersebut dari sudut pandang hukum, saya hanya membahas tentang apa yang terjadi jika RUU PKS benar-benar dilegalkan dalam dunia kedokteran. Saya izin menghighlight tentang hasil dari aturan pro zina atau perilaku berhubungan badan di luar pernikahan.
Fitrah sebagai manusia adalah menyalurkan hasrat kepada lawan jenisnya, namun tetap dengan norma budaya dan agama yang berlaku. Perilaku berhubungan badan bagaimanapun juga memiliki probabilitas untuk menghasilkan janin yang ada di dalam rahim seorang wanita. Memang ada yang memutuskan membesarkan hasil persetubuhan sampai cukup bulan untuk melahirkan, ada pula yang memilih untuk mengugurkannya. Apapun pilihan yang diambil wanita tersebut, percayalah, rasanya sama-sama sakit. Perbedaannya, jika mengugurkan adalah perbuatan yang berdosa karena sama saja dengan membunuh seseorang (walaupun ada perbedaan pendapat terkait waktu mengugurkannya), tetapi jika memutuskan melahirkannya, maka anak tersebut akan memikul beban moril yang berat.
Seorang wanita yang dapat membesarkan sampai ke detik untuk dapat melahirkan seorang manusia adalah kejadian yang patut disyukuri. Entah melalui apapun prosesnya,-walaupun proses yang mulia adalah tetap dengan jalur pernikahan-membesarkan seorang janin di dalam kandungan bukan merupakan hal yang mudah. Banyak pasangan yang sulit memiliki anak, beberapa sebabnya adalah jika rahim wanita tersebut tidak mampu untuk mempertahankan janin di dalamnya atau karena ada infeksi dan faktor risiko sehingga janin tersebut tidak dapat bertahan hidup.
Terkadang, hasil persetubuhan dari akad yang paling mulia malahan tidak langsung menghasilkan benih seorang anak, sedangkan persetubuhan di luar ikatan suci sangat mudah didapatkan. Hal ini seperti sebuah ironi yang dapat diambil hikmah sebagai ujian. Tidak mendapatkan seorang anak di siklus menstruasi berikutnya setelah melakukan hubungan badan atau bahkan bulan madu bukan merupakan hal yang patut diratapi berkepanjangan. Hal tersebut dapat dengan mudah dievaluasi dan disadari jika kedua pasangan peduli terhadap kesehatan reproduksinya masing-masing.
Tidak berhasilnya suatu hubungan badan mendapatkan calon anak bisa terjadi karena kurang kuatnya sel sperma mencapai sel telur perempuan yang berada di dalam saluran rahim atau karena tidak matangnya sel telur perempuan dan tidak sempurna saat pembelahan sehingga tidak dapat menghasilkan seorang anak. Bagi seorang perempuan, hal ini dapat dikenali dengan mudah karena tiap bulan perempuan akan menstruasi dengan siklus 21-35 hari (siklus dihitung dari hari pertama menstruasi ke hari pertama menstuasi di siklus berikutnya), menstruasi pertama kali timbul pada usia 9-12 tahun, jika terjadi hal selain keadaan normal yang telah disebutkan sebelumnya, maka seorang wanita harus memeriksakan diri ke dokter kandungan.
Proses yang paling menyakitkan, menghabiskan banyak energi, hingga mempertaruhkan hidup dan mati dari proses hubungan ‘suami-istri’ sampai mendapatkan seorang anak adalah melahirkan. Melahirkan adalah proses mengeluarkan bayi dari lubang yang sangat kecil seorang wanita. Berdasarkan studi dari 288 wanita swedia, 41% menganggap bahwa melahirkan adalah pengalaman terburuk yang menyakitkan sedangkan 28%nya menganggap bahwa melahirkan adalah hal yang positif. Ya, melahirkan akan menjadi suatu hal yang sangat menakutkan apalagi jika tidak dipersiapkan sejak awal alias married by accident (MBA).
Saya memiliki pengalaman berharga saat saya berkesempatan membantu persalinan seorang remaja berusia 16 tahun di suatu rumah sakit daerah. Saya, residen, bidan, dan calon tenaga medis lainnya sangat kesulitan membantu persalinan remaja yang tidak mengalami kemajuan. Usut punya usut, ternyata remaja ini merupakan salah satu remaja yang ‘nakal’ dan anak yang dikandungnya adalah hasil dari MBA. Saat pembukaan sudah lengkap, remaja ini malah memberontak menutup jalan lahir dan merengek untuk tidak melahirkan, sontak, semuanya kaget dan tercengang atas perbuataan remaja tersebut.
“Mau berbuat kok tidak mau bertanggung jawab!” lontar seorang dokter yang sudah habis kesabaran dalam membantu persalinan. “Beginilah kalau masih bocah hamil. Temen-temen kamu masih main barbie, eh kamu malah main bur*ng.” Lanjut sang dokter yang membuat saya dan calon tenaga medis lainnya jadi terikik.
Berbeda dengan pasien lainnya, remaja yang merengek “Ibu..ibu..” daritadi, akhirnya diperkenankan untuk dijenguk. Saya pun menyaksikan kejadian yang mengharukan, remaja yang ‘nakal’ ini meminta maaf kepada ibunya-hal yang mungkin tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Lalu dengan tulusnya, sang ibu memaafkan anak putrinya dan segera membantu persalinannya. Hal ini tetap tidak berhasil, sampai sang ‘calon suami’ datang dan berusaha menenangkannya. Saya kembali menyaksikan hal yang langka terjadi, yaitu ciuman dan belaian kasih sayang diatas meja persalinan. Karena persalinan remaja ini hampir berlangsung dua jam, tim pembantu persalinan sepakat untuk mem-vacum bayi yang ada di dalam rahimnya. Setelah jalan lahir terbuka lebar dengan cara mengguntingnya, kepala bayi pun disedot dengan menggunakan alat vacum tersebut. Remaja yang sudah berstatus ibu ini memang tidak berusaha mengejan atau mengedan dengan baik, sehingga prosedur menggunting jalan lahir dan vacum pun dilakukan. Setelah bayi tersebut lahir, sang ibu harus menanggung efek sampingnya yaitu menahan rasa sakit penjahitan jalan lahir yang tak terhitung banyaknya dan melihat bentuk kepala bayi yang terdapat ‘konde’ hasil dari alat vacum. Hasil ‘konde’ dari alat vacum memang tidak permanen, ia akan menghilang seiring berjalannya waktu. Prosedur pemasangan vacum ini sangat mengurangi esensi melahirkan normal karena kekuatan mengeluarkan bayi ini tergantung dari alat vacum.
Jika tidak ingin menggunakan alat vacum, calon ibu dapat melatih diri untuk mengejan atau mengedan dengan baik jauh-jauh hari. Calon ibu harus rutin melakukan aktivitas fisik atau exercise. Exercise yang rutin tidak hanya membantu ibu dapat melahirkan normal secara lancar, tetapi juga dapat mengurangi kemungkinan diguntingnya jalan lahir.
Memang 80% dari kelahiran normal melakukan prosedur menggunting lubang kewanitaan untuk memperlebar jalan lahir sehingga bayi di dalamnya dapat keluar dengan selamat, terutama bagi ibu yang pertama kali melahirkan. Namun prosedur menggunting jalan lahir tersebut bukan satu-satunya jalan untuk memperlebar jalan lahir.
Jalan lahir dapat menjadi lebar otomatis apabila otot didaerah jalan lahir tersebut sudah dilatih menjadi lebih elastis. Elastisitas jalan lahir tidak hanya dilatih saat sudah menikah atau bahkan saat sudah mengandung. Elastisitas jalan lahir dapat dilatih sebelum semuanya terjadi, karena saat mengandung, ibu hamil hanya direkomendasikan untuk light execise atau aktivitas fisik yang sangat ringan seperti berjalan. Kecuali jika ibu hamil tersebut sudah aktif dan terbiasa dengan heavy exercise, maka tidak masalah apabila saat kehamilan, ia melakukan medium-heavy exercise dengan tetap memperhatikan kondisi tubuh dan janin yang dikandungnya.
Ya, suatu hubungan cinta-kasih, antara pasangan yang sesuai syariat atau bahkan yang melenceng dari norma budaya dan agama selalu memiliki konsekuensi yang besar karena memang nikmat dari hubungan cinta-kasih tersebut tidak dapat dijelaskan dengan suatu kata-kata dan merupakan perasaan yang paling menyenangkan yang pernah dialami manusia. Sebagai kaum intelek dan berpendidikan yang mengetahui suatu informasi, alangkah baiknya jika informasi atau ilmu tersebut disebarluaskan kepada kaum yang kurang beruntung dan tidak berpendidikan. Paling tidak, hal minimalis ini lah yang bisa dilakukan terlepas dari polemik isu hukum dan politik para birokrat disana.
Source :