“Sejarah menyisakan banyak hal, begitulah kiranya. Orang bijak bilang sejarah memberikan pelajaran, menawarkan alternatif kebijakan. Yang buruk dari masa silam dibenamkan, yang baik ditegakkan. Jangan menengok pada yang buram karena masa mendatang memerlukan obor terang. Sejarah adalah serupa tetumbuhan makna, kita ditantang merawatnya agar kehidupan tidak lantas menjadi pasak-pasak dengan pucuk yang sarat beban hingga kita mungkin saja tergopoh memikulnya. ”
“Babad-babad klasik mengajarkannya pada kita; melalui sabda pendit serta fatwa resi-resi nan bijaksana. Tambo mengisahkan buramnya masa silam agar kita tak kembali terperosok dalam hitam yang serupa.”
-Albert Camus, et.al-
Setiap orang punya sejarahnya masing-masing, benar bukan? Sejarah yang berupa kegagalan dalam memperjuangkan sesuatu seringkali menjadi ‘momok’ dalam diri seseorang sehingga berpengaruh terhadap kepercayaan diri untuk bermimpi besar. Pernah gk sih kamu takut bermimpi besar? Jadi presiden, atau menjadi ilmuwan dunia, atau menjadi artis mungkin, atau mimpi besar lainnya? Saya pernah. Saya takut jika saya gagal. Saya takut impian besar tersebut justru akan menghancurkan diri saya sendiri. Saya takut impian besar tersebut justru membawa dampak buruk bagi orang-orang di sekitar saya. Saya sempat takut tidak dapat meraih impian yang sudah ditargetkan sejak awal, sehingga demi menghindari hal tersebut saya hanya menargetkan impian-impian kecil. Itu saya lakukan semata-mata untuk memastikan bahwa impian tersebut dapat saya raih dengan mudah, tak perlu bersusah payah. Namun seiring berjalannya waktu, saya menyadari bahwa perbedaan antara orang biasa dan orang sukses yakni orang biasa takut akan kegagalan.
Jika kita bersedia meluangkan waktu sejenak setiap harinya, kita dapat menjadikan waktu tersebut untuk mengintrospeksi diri. Mempertanyakan tentang: Apa yang selama ini saya alami? Apa yang selama ini saya lakukan? Hingga akhirnya kita akan menyadari bahwa momen demi momen tersebut saling terjalin satu sama lain. Connecting The Dots, rasanya ungkapan Steve Jobs dalam pidatonya di Stanford University beberapa tahun lalu tersebut sangat tepat untuk menggambarkan apa yang kita alami dalam kehidupan ini. Hal-hal kecil yang dulu kita putuskan untuk lakukan, pada akhirnya berdampak besar terhadap kondisi diri kita saat ini. Hal-hal sederhana yang dulu hanya ada di dalam pikiran, pada akhirnya benar-benar terjadi saat ini.
Hal tersebut mengingatkan saya pada tulisan Rhonda Byrne dan kawan-kawannya dalam buku The Secret bahwa ‘kamu bisa mendapatkan semua hal yang kamu inginkan dan semua itu bermula dari hal yang ada di dalam pikiranmu’. Menurut mereka ada tiga hal yang harus kita lakukan untuk mendapatkan hal yang kita inginkan:
- Ask. Kita perlu tahu dan menanyakan kepada diri kita sendiri, apa yang sebenarnya kita inginkan? Kemudian mintalah kepada diri kita untuk mendapatkan hal tersebut.
- Believe. Kita perlu percaya bahwa hal yang kita inginkan tersebut ‘telah’ jadi milik kita meskipun kita belum meraihnya.
- Receive. Rasakanlah bahwa kita senang ‘telah’ mendapatkannya.
Tidak mengapa jika diri kita saat ini masih jauh dari impian yang sudah kita tentukan, sadari dan akui jika memang impian tersebut masih jauh untuk digapai. Sadari dan akui hal tersebut agar kita tergerak untuk mulai mengejar impian-impian kita, mulai dari hal-hal kecil. Jangan pernah takut untuk memimpikan sesuatu hal. Sir Richard Branson dalam bukunya yang berjudul Screw It, Let’s Do It, mengatakan “Apapun goal kamu, kamu tidak akan bisa sukses kecuali kamu melepaskan rasa takutmu dan ‘terbang’.” Beliau juga mengatakan “Believe in yourself. You can do it.” Bagi saya sebagai seorang muslim, ucapan beliau perlu ditambahkan menjadi “Believe in yourself. Believe in Allah. You can do it.”
Referensi:
Boen, Billy. 2016. Young On Top: New Edition. 35 Kunci Sukses di Usia Muda. Yogyakarta:
Penerbit B First.
Camus, Albert, et.al. 2018. Menulis Itu Indah: Pengalaman Para Penulis Dunia. Diterjemahkan
oleh: Adhe. Yogyakarta: Immortal Publishing & Octopus.