Saat ini, perlunya gerakan revolusi mental dalam tubuh masyarakat Indonesia karena bangsa Indonesia cenderung menerapkan prinsip-prinsip modernisme dari paham liberalisme yang kontradiktif dengan nilai, budaya, dan karakter bangsa Indonesia. Dalam menghadapai Pasar Bebas Asia Tenggara (MEA) Bila dikaitkan dengan masyarakat Indonesia, ada dua permasalahan dalam revolusi mental yaitu pertama, bagaimana memecahkan masalah kesenjangan sosial dan kedua, penanaman budi pekerti, kedisiplinan, dan sikap positif melalui kurikulum pendidikan. Masalah utama bangsa Indonesia saat ini adalah munculnya krisis kebersamaan dalam kondisi multikultural atau masalah kesatuan dan persatuan bangsa dalam mewujudkan Bhineka Tunggal Ika. Yaitu kondisi krisis nilai-nilai masyarakat yang dirumuskan oleh para founding fathers ke dalam suatu sistem nilai yang kemudian disebut Pancasila. Maka dari itu perlunya revolusi mental sebagai gerakan nasional tidak hanya menjadi konsep saja, tetapi bisa menjadi konsep yang membumi dengan pendekatan pendidikan. revolusi mental di sini adalah melanjukan revolusi Pancasila dengan mengarahkan revolusi (basis) material untuk menciptakan perekonomian merdeka yang berkeadilan dan berkemakmuran berlandaskan kehidupan tolong-menolong (gotong royong). Secara tidak langsung penerapan revolusi mental yang mengedepankan pembangunan karakter bangsa dengan semangat gotong royong ikut mempertahankan pancasila sebagai dasar Negara agar bangsa Indonesia menjadi gainer dalam menghadapai globalisasi khususnya pasar bebas Asia Tenggara yang mulai masuk pada 1 januari 2016. Diharapkan melalui upaya revolusi mental dengan pembangunan karakter maka munculnya kembali nilai-nilai luhur pancasila yang sempat luncur untuk menjadi “gainer” untuk menciptakan perekonomian merdeka yang berkeadilan dan berkemakmuran didasarkan gotong royong untuk menyosong kedepan agar bangsa Indonesia menjadi “gainer” dalam MEA 2016
Melihat Negara sahabat yang telah maju dalam berbagai bidang yaitu Jepang. Mental positif bangsa Jepang menjadi contoh karena sebagai negara kepulauan seperti halnya Indonesia. Bangsa Jepang yang homogen dan dengan kondisi alam yang miskin dalam membangun dasar karakter Bushido-nya ternyata melalui proses panjang dan keras. Dengan modal dasar karakter tersebut terbangunlah mental positif yang mendasari proses modernisasi bangsa Jepang. Sehingga dalam menghadapi MEA 2016 yang sedang bergulir Indonesia tidak perlu cemas maupun takut dengan kondisi yang terjadi melihat latar belakang situasi dan kondisi yang sama maka peran pancasila juga dapat menjadi landasan yang kokoh untuk bangsa Indonesia menjadi “gainer” dalam MEA 2016 dengan banyaknya seumber daya yang dimiliki bangsa Indonesia bukan tidak mungkin kedepannya yang memegang kendali dalam MEA 2016 adalah Indonesia melalui revolusi mental yang mengedepankan pembangunan karakter yang bersifat gotong royong tersebut.
Membangun kembali niali-nilai luhur bangsa Indonesia secara tidak langsung turut andil dalam usaha mempertahankan pancasila melalui, mewujudkan mental kemandirian dan kepemimpinan bangsa khususnya di bidang politik dan ekonomi, yang harus digali lebih dalam adalah nilai-nilai budaya untuk membangun karakter gotong-royong yang didefinisikan di dalam Pidato 1 Juni 1945. Kemudian, mental positif kepemimpinan yang ada pada khasanah budaya bangsa adalah apa yang telah digali dan diajarkan oleh Ki Hajar Dewantoro yaitu ajaran tiga pilar kepemimpinan bangsa Indonesia Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso dan tut wuri handayani.Adanya kesinambungan dalam membangun masyarakat yang menekankan pancasila dalam nilai luhurnya maka akan semakin mudah untuk menjadi”gainer” dalam MEA karena sifat diri pribadi yang tertanam pancasila ikut mendukung keberhasilan Indonesia kedepannya dalam mensukseskan MEA.
Dalam rangka melaksanakaan pembangunan karakter bangsa melalui proses pendidikan adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila disosialisasikan baik di dunia pendidikan maupun masyarakat agar terbangun dengan kuat dalam jiwa bangsa Indonesia dan perilaku apa yang akan diwujudkan pada masyarakat Indonesia sebagai kearifan lokal/nasional seperti karakter Bushido dalam jiwa bangsa Jepang tentunya merupakan tugas yang tidak gampang. Revolusi mental yang dibuat sedemikian rupa untuk masyarakat dan dikampus sejatinya merupakan upaya mempertahankan pancasila sebagai landasan desar negarauntuk tetap mempertahankan nilai luhur bangsa melalui metode inilah mampu mebangun masyarakat pancasila yang mana untuk Indonesia agar bisa menghadapi arus globalisasi khusunya MEA nantinya dengan menjadi “gainer” melalui upaya mempertahankan nilai nilai keluhuran pancasila dengan revitalisasi dan aktualisasi pancasila di masyarakat maupun lingkungan dunia pendidikan.
Era globalisasi sekarang merupakan tantangan nyata bagi bangsa Indonesia khususnya dalam menghadapi MEA perlunya tatanan dan system yang kompleks dalam menghadapi MEA tersebut. Tidak hanya golongan pedagang saja maupun masyarakat kecil yang dikhawatirkan tergeser maupun kalah dalam berkompetisi dengan Negara asing namun seluruh lapisan masyarakat harus waspada dengan bagaimana peran kaum intelektual dalam pembangunan bangsa hingga perguruan tinggidan pembangunan jati diri bangsa melalui gotong royong tersebut dengan menmanfaatkan revitalisasi dan aktualisasi pancasila.
Membangun masyarakat pancasila melalui revitalisasi pancasila bukanlah hal yang mudah perlunya kerjasama tolong menolong melalui gotong royong tadi yang mengamalkan makna dari eka sila tersebut. Sosialisasi pancasila juga merupakan sarana bagi media pendekatan secara baik dengan memberi tahu apa yang seharusnya dilakukan sebagai masyarakat yang mengusung perubahan melalui revolusi mental dan juga berpikir visioner dengan menegmbangkan jatidiri yang Act Locally and Think Globally melalui media pendidikan pancasila diharapkan tertanam dan tumbuhnya semangat-semangat reformasi yang ditujukan untuk emngembalikan jati diri bangsa Indonesia dalam menghadapi era globalisasi saat ini agar mampu bersaing dan menjadi “gainer” agar kedepannya prospek Indonesia dapat berjalan dalam menghadapi MEA.
Dengan adanya penanaman pendidikan pancasila melalui buku dan artikel yang diberikan ini menjelaskan upaya dalam mempertahankan pancasila sebagai landasan Negara mampu untuk menghadapai era globalisasi khususnya menghadapi MEA dengan cara revolusi mental yang dilakukan di linkungan masyarakat mapun kampus. Mahasiswa merupakan agent of change, sehingga perlunya penanaman nilai-nilai pancasila sebagai pijakan bagi msayarakat Indonesia maupun mahasiswa untuk menghadapi era globalisasi yang menghadapkan Indonesia pada tanggung jawab besar terhadap MEA.
Triharso, Ajar, (2015), Melanjutkan Pembangunan Bangsa dan Negara Berdasarkan Nilai-Niali Pancasila Dengan Melaksanakan Revolusi Mental, Pembangunan Karakter dan Merawat Jiwa Bangsa Dengan Pendekatan Pendidikan. Disampaikan pada Temu Paka dengan Tema “Implementasi Pancasil, UUD 1945 dan system kenegaraan Indonesia” yang diselenggarakan oleh badan kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Jawa Timur dan pusat kajianSekretariat Jendral MPR-RI 26 agsutus 2015 di Hotel Santika Pandegiling, Surabaya. Pusat Studi Pancasila Universitas Airlangga. Surabaya.
Triharso, Ajar (2012) Pancasila: Antara Mitos Ratu Adil Dan Pendidikan Multi Kultural, Call Paper Kongres Pancasila IV 31 Mei-1 Juni 2012, Universitas Gajah Mada, 2012.
Triharso, Ajar, (2012), Pendidikan Tinggi Dan Pembangunan Jatidiri Bangsa Di Era Globalisasi: Membangun Daya Saing Bangsa Melalui Revitalisasi Ideologi Nasional Mengembangkan Sosial Kapital Dalam Paradigma Indonesia Baru Menghadapi Persaingan Internasional, CSGS Publisher, Surabaya.