Duduk melingkar, berdiskusi, berargumentasi, berbagi inspirasi. Begitu banyak permasalahan negeri yang rasa-rasanya tidak bisa diselesaikan hanya mengandalkan pemerintah. Dikutip dari liputan6.com bahwa dalam 5 tahun terakhir keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi meningkat secara signifikan. Keterlibatan kaum muda ini mengubah peta dan pola filantropi di Indonesia. Kebanyakan dari mereka mendirikan atau menjadi relawan yayasan atau komunitas bahkan social enterprise yang berorientasi memberikan dampak kepada masyarakat. Aksi-aksi sosial terbukti efektif menjawab berbagai permasalahan hingga ke akar rumput. Gerak bebas dan tak banyak terjerat sistem birokrasi membuat langkah aksi sosial bisa lebih cekatan. Inovasi dan kreasi lebih mudah tercipta.
Namun sangat disayangkan, dalam kurun sekitar 2 tahun terakhir minat mahasiswa terhadap organisasi maupun gerakan kepemudaan relatif menurun. Berbagai tawaran prestise menggiurkan seringkali membuat mahasiswa harus menggeser prioritasnya. Keterlibatan dalam aksi-aksi sosial dan kepemudaan kian menyepi. Ini menjadi PR tersendiri untuk organisasi/komunitas untuk lebih adaptif dan “berhubungan harmonis” dengan anggota. Memastikan agar anggota mendapatkan manfaat walaupun tidak secara materi.
Peran kita sebagai aktivis agaknya memang harus lebih diperkuat lagi. Sebagai mahasiswa yang saya yakin masing-masing dari kita “dipandang” oleh mahasiswa lain. Sudah selayaknya kita memberikan pengaruh dan semangat agar nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga melalui berbagai aksi-aksi nyata
Foto: Program “Eduaksi Nongki” sebagai salah satu upaya bertukar pikiran, saling sharing demi kemajuan diri. Setiap orang punya cerita yang menarik untuk dibagikan