Menjadi Muslim Bermental Juara

 

Al-Himmah atau cita-cita memiliki dua jenis. ‘Uluwwul himmah(tinggi mentalitas) dan dunuwwil himmah (rendah mentalitas). Tinggi mentalitas dapat didefinisikan sebagai sikap selalu mengejar berbagai cita-cita. Sedangkan rendah mentalitas didefinisikan sebagai orang yang tidak memiliki kemampuan untuk menggapai sesuatu yang besar.

Manusia memiliki kadar cita-cita, harapan dan hasrat yang berbeda-beda. Ada yang tinggi, rendah, ada pula yang sedang. Ada manusia yang semasa hidupnya hanya bercita-cita untuk kesenangannya saja, seperti; memiliki harta yang melimpah; jalan-jalan keliling dunia; memiliki istri yang cantik; bisa mendaki puncak gunung-gunung tertinggi di dunia. Dan ada pula yang bercita-cita untuk kepentingan bersama, seperti; mengibarkan bendera di kandang musuh, menjadi tokoh dengan jabatan penting untuk mengambil keputusan; mendirikan lembaga yang berperan dalam kesejahteraan manusia. Hal ini dapat terjadi karena manusia memiliki definisi kebahagiaannya masing-masing. 

 

Rendah mentalitas adalah perilaku yang buruk. Karena, tinggi rendahnya martabat manusia tergantung pada tinggi rendahnya cita-cita dan mentalitasnya. Jika mentalitas kita rendah, maka sehari-harinya hanya melakukan sesuatu yang tidak berguna, lebih senang bersantai, malas meraih kemuliaan, menyukai urusan-urusan yang sepele, serta tergila-gila terhadap hal-hal yang memalukan. Keinginannya terfokus pada pemuasan nafsu saja. 

 

Sedangkan tinggi mentalitas termasuk pokok akhlak yang terpuji. Jika mentalitas kita tinggi, maka kita akan bersungguh-sungguh dalam berbagai urusan. Meninggalkan hal-hal yang tidak berguna dan sia-sia, juga berpendirian teguh demi meraih kebaikan.

 

Tinggi dan rendahnya mentalitas dimanifestasikan pemiliknya dalam berbagai bentuk, baik perkataan maupun perbuatan. Beberapa diantaranya:


  1. Kurang bersemangat dalam menuntut ilmu

Menuntut ilmu adalah pembebasan diri dari belenggu kebodohan. Ada orang yang menuntut ilmu dengan tujuan untuk lebih “menonjol”, membanggakan diri, menarik perhatian, dan mendebat orang jahil. Akan muncul pula sikap dengki-mendengki, saling cemburu, dan persaingan yang tidak sehat diantara sesama penuntut ilmu. Orang seperti itu tidak akan bisa memenuhi hak ilmu, bahkan tidak mengetahui kemuliaan ilmu yang dipelajarinya. Padahal, martabat suatu bangsa akan meninggi serta kedudukannya akan terhormat karena kiprah orang-orang yang menuntut ilmu dengan kesungguhan dan kegigihan. Mereka tidak akan berhenti menuntut ilmu sampai akhir hayat. Salah satu wujud rendahnya semangat menuntut ilmu adalah tingkah angkuh seseorang yang jika mendapat sebagian kecil darinya, ia merasa lebih berilmu dari siapa saja. Sedangkan orang dengan tinggi cita-citanya berkeinginan agar manfaat yang dihasilkan dari ilmunya dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat.

 

  1. Lari dari tanggung jawab

Orang yang lari dari tanggung jawab suka melemahkan diri sendiri dan orang lain, menyepelekan dan membesarkan persoalan, dan membebankan kesalahan pribadi kepada orang lain. Hal ini mengindikasikan rendahnya mentalitas dan kecenderungan suka mencari selamat sendirian. Muslim dengan tinggi mentalitas harus menyadari tanggung jawabnya. Karea sesuai dengan sebuha hadits “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya” (HR. Bukhori)

 

  1. Malas beribadah

Dari sifat inilah kadang kita menjumpai orang yang mengerjakan shalat dengan berat hati, lamban dan kurang antusias. Sedangkan sejatinya, seorang mu’min yang benar imannya; mengerjakan shalat dengan penuh semangat. Oleh sebab itu, Allah mensifati kaum mukminin dengan pemilik ‘lambung (tubuh) yang jauh dari tempat tidur’. Karena orang mukmin sering mengerjakan shalat Tahajud pada malam hari serta shalat shubuh. Hal ini menunjukkan mental mereka bertentangan dengan tubuh mereka yang memerlukan istirahat dan tidur. 

 

  1. Menyibukkan diri dengan hal yang tidak bermanfaat

Waktu adalah bahan buku, sumber dan modal utama kehidupan seseorang. Jika mengisi waktu dengan perkara yang tidak bermanfaat  adalah suatu kesia-siaan. Karena mungkin saja tindakan tersebut membahayakan tubuh, akal, agama, kehormatan dan jiwa pelakunya. Orang yang menghormati diri sendiri tidak akan menodai kehormatannya dengan hal-hal yang dapat mencemari kebaikan dirinya. 

 

  1. Sering mengeluh kepada orang lain

Sikap ini dapat timbul karena tidak ada satupun yang bisa memuaskan hatinya, menggembirakannya, dan kurangnya kesabaran. Sikap ini dapat membuka peluang seseorang untuk menjadi gagal, tidak mampu dan malas, sehingga tidak mau berusaha menyempurnakan diri atau memperbaiki kesalahannya. Yang seyogyanya dilaukan seorang muslim yang berakal adalah menghias diri dengan sifat sabar, tidak berkeluh kesah. Karena sebaiknya berkeluh kesah hanya kepada Allah, dengan hakikatnya; manusia tidak dapat mendatangkan manfaat kepadanya ataupun menolak bahaya darinya. Jika perlu mengadukan kesulitan kepada orang yang ikhlas atau peduli untuk meminta nasihat, maka tidak apa. Tetapi jika tidak perlu, untuk apa meminta perhatian kepada orang yang tidak peduli, terlebih kita tidak mendapatkan manfaat apapun darinya. 

 

Mengasah diri menjadi muslim dengan tinggi mentalitas tentunya tidak mudah, ia memiliki konsekuensinya tersendiri. Kita harus memiliki kesungguhan dalam setiap keseriusan, senantiasa mencari kebaikan dan mengejar kesempurnaan, mampu meninggalkan hal-hal yang rendah, hina dan memalukan.

 

 Muslim dengan akhlak bermentalitas tinggi akan mengantarkan dalam menggapai derajat yang lebih tinggi, hingga menuntunnya ke puncak kebaikan. Akhlak ini pula yang membuat orang lemah menjadi terhormat dan mulia. Akhlak ini pula yang mengangkat suatu kaum dari keterpurukan menjadi kaum yang unggul. Tak dapat dipungkiri, akhlak ini dapat membuat pemiliknya amat letih dan penat. Namun keletihan tersebut ibarat obat yang pahit rasanya. Karena kebahagian tidak bisa diperoleh tanpa mengalami penderitaan terlebih dahulu. Pemilik mentalitas tinggi begitu giat meraih kemuliaan hingga hampir tidak merasakan letih dan penat yang menderanya di dalam perjalanan panjang.

Maka jadilah muslim yang bermentalitas tinggi, mentalitas seorang juara!


Barangsiapa kemuliaan yang jadi hasrat jiwanya, semua yang dihadapinya akan terasa indah.

 

Referens

Mental Juara – Dr. Muhammad bin Ibrahim al Hamad